Meski dibayangi kerusuhan, kompetisi Divisi Satu Liga Prancis ternyata menyajikan partai menarik plus sejumlah kejutan baru. Ya, sepak bola memang selalu sulit diterka dan impossible is nothing. Ramalan para pakar, yang semula menjagokan Paris Saint-Germain tampil mempertahankan gelarnya, musnah sudah. Klub kebanggaan orang Paris itu ternyata sudah tak mampu lagi menyaingi the new power Nantes yang sampai saat ini belum terkalahkan.
Fenomena lain adalah tampilnya Olympique Lyonnais alias Lyon yang tiba-tiba saja menyeruak dengan menempel ketat Nantes di posisi kedua. Di Prancis hal tersebut jadi pembicaraan ramai mengingat klub yang dilatih Jean Amadou Tigana, mantan gelandang elegan nasional tahun 1980-an, pada musim ini tak dijagokan sama sekali, sekalipun menduduki papan atas.
Berkat Tigana pula, klub yang prestasinya hanya menjuarai Piala Liga 1964, 1967, dan 1973 ini meroket sekaligus mempermalukan para pakar yang sering meremehkan klub yang berdiri tahun 1950 itu. Apa rahasia Tigana? Kata banyak orang di Prancis, pertama-tama dia mengubah sistem permainan. Ya, tak pelak lagi berkat penempatan empat gelandang serta seorang pemain jangkar, Lyon mampu menyisihkan tim andal macam Bordeaux, Auxerre, Monaco atau PSG sendiri.
Hanya itu? Tentu tidak. Tigana juga mampu membangkitkan motivasi beberapa pemain veteran yang merasa ‘terbuang’ serta memberdayakan pemain muda. Kombinasi amunisi tua dan muda ini diduga dan dirasa menjadikan permainan Lyon dinamis yang berujung pada peningkatan kualitas. Sebut saja Manuel Amoros (asal Marseille), kiper Pascal Olmeta (Marseille), Jean Luc Sassus (PSG), atau Florian Maurice.
Bek kiri Amoros, 33 tahun, adalah mantan rekan Tigana yang bersama-sama Platini mengantarkan Prancis meraih prestasi tertinggi, merebut Piala Eropa 1984. Sementara Flo, sapaan akrab Maurice, sedang menemukan bintangnya. Striker berbakat berusia 19 tahun itu merupakan murni tempaan Tigana. Ia juga masuk daftar pencetak gol terbanyak 13 gol.
Menurut kabar, pelatih nasional Aime Jacquet sedang memikirkan untuk memasukkan nama Maurice guna menggantikan peran Jean Pierre Papin di tim nasional. Andai sanggup mempertahankan performanya, bisa dibayangkan andai di Piala Eropa 1996 mendatang, Maurice akan mengenakan kostum bernomor 9 di tim Les Bleus. Pelatih yang bagus adalah pandai memanfaatkan momentum. Tampaknya baik Tigana dan Jacquet masuk dalam kategori ini.
(foto: wiki)
Fenomena lain adalah tampilnya Olympique Lyonnais alias Lyon yang tiba-tiba saja menyeruak dengan menempel ketat Nantes di posisi kedua. Di Prancis hal tersebut jadi pembicaraan ramai mengingat klub yang dilatih Jean Amadou Tigana, mantan gelandang elegan nasional tahun 1980-an, pada musim ini tak dijagokan sama sekali, sekalipun menduduki papan atas.
Berkat Tigana pula, klub yang prestasinya hanya menjuarai Piala Liga 1964, 1967, dan 1973 ini meroket sekaligus mempermalukan para pakar yang sering meremehkan klub yang berdiri tahun 1950 itu. Apa rahasia Tigana? Kata banyak orang di Prancis, pertama-tama dia mengubah sistem permainan. Ya, tak pelak lagi berkat penempatan empat gelandang serta seorang pemain jangkar, Lyon mampu menyisihkan tim andal macam Bordeaux, Auxerre, Monaco atau PSG sendiri.
Hanya itu? Tentu tidak. Tigana juga mampu membangkitkan motivasi beberapa pemain veteran yang merasa ‘terbuang’ serta memberdayakan pemain muda. Kombinasi amunisi tua dan muda ini diduga dan dirasa menjadikan permainan Lyon dinamis yang berujung pada peningkatan kualitas. Sebut saja Manuel Amoros (asal Marseille), kiper Pascal Olmeta (Marseille), Jean Luc Sassus (PSG), atau Florian Maurice.
Bek kiri Amoros, 33 tahun, adalah mantan rekan Tigana yang bersama-sama Platini mengantarkan Prancis meraih prestasi tertinggi, merebut Piala Eropa 1984. Sementara Flo, sapaan akrab Maurice, sedang menemukan bintangnya. Striker berbakat berusia 19 tahun itu merupakan murni tempaan Tigana. Ia juga masuk daftar pencetak gol terbanyak 13 gol.
Menurut kabar, pelatih nasional Aime Jacquet sedang memikirkan untuk memasukkan nama Maurice guna menggantikan peran Jean Pierre Papin di tim nasional. Andai sanggup mempertahankan performanya, bisa dibayangkan andai di Piala Eropa 1996 mendatang, Maurice akan mengenakan kostum bernomor 9 di tim Les Bleus. Pelatih yang bagus adalah pandai memanfaatkan momentum. Tampaknya baik Tigana dan Jacquet masuk dalam kategori ini.
(foto: wiki)