Bagi pecatur kita, mencapai elo rating 2.600 ternyata tidak gampang. Utut Adianto telah merasakannya. Gelar GM Super yang ada di depan mata lepas begitu saja. Apa sebab? Jawabannya mudah, tapi sulit dilaksanakan, yakni persiapan matang. Ini yang jarang dilakukan oleh pecatur kita. Persiapan mereka belum sebanding yang dilakukan oleh para grandmaster elite dunia.
Pelajaran berharga akhirnya diberikan oleh GM asal Amerika Serikat Yasser Seirawan pada Utut, yang pada partai dwitarung bertajuk Enerpac Chess Match of The Year 1994 melawan grandmaster utama Indonesia itu, berhasil menjadi juara tanpa kalah sekalipun.
Dalam empat partai dwitarung yang dinilai, Seirawan menang 3-1, hasil dari dua kali menang dan dua kali remis. Dengan hasil itu, pecatur top Amerika Serikat tersebut boleh menggondol uang lebih dari dua belas juta rupiah, plus tiket pesawat yang akan membawanya kembali ke rumahnya di Seattle, AS.
Selain itu manfaat untuk kita yang dapat diambil dari dwitarung yang digelar di Kelapa Gading Sport Club Jakarta, amat besar bagi para pecatur nasional yang akan berlaga di Olimpiade Catur Moskow, Januari 1995 alias bulan depan. Di mana seorang pecatur tingkat dunia (Seirawan pernah lolos menjadi dua kali penantang juara dunia), dengan persiapan sesingkat mungkin masih dapat mencapai hasil yang maksimal.
Apa rahasianya? Pecatur AS berdarah Palestina-Suriah itu membuktikan bahwa persiapan yang matang adalah kunci kesuksesan. Sebab semakin tinggi rating yang dimiliki justru membuat seorang pecatur lebih banyak lagi berlatih dan bertanding. "Event ini saya anggap berbobot. maka saya tetap mempersiapkan dengan serius. Itu termasuk mempelajari karakter permainan Utut (Adianto)," ungkap Seirawan, pecatur kelahiran Damaskus 34 tahun lalu ini pada penulis.
Ia mengungkapkan bahwa begitu mendapat undangan dari Enerpac, lebih dari 200-an partai ia kaji termasuk di dalam pesawat, yang membawanya ke Jakarta! Begitupun kesehariannya di kamar hotel, sampai-sampai ia membawa sendiri program Chessbase yang berisi kumpulan semua partai Utut. Bagi dia bemodalkan tekad dan kemauan saja belumlah cukup. Yang penting adalah persiapan yang maksimal.
"Dwitarung ini saya anggap sebagai persiapan jangka panjang untuk Olimpiade. Selain itu untuk menambah rating saya," tutur Seirawan yang kini mempunyai elo-rating 2615. Dari delapan kali pertemuan resmi keduanya, yang dimulai di Bali 1983, Seirawan sementara unggul total 5-3 atas Utut.
Lemah Pembukaan
Lebih lanjut pecatur nomor tiga AS ini mengungkapkan bahwa Utut masih bisa berkembang lagi. Menurutnya ditilik dari tingkat permainan, Utut cukup potensial, kreatif dan mempunyai gaya permainan yang condong lebih menyerang, namun kurang variatif. "Untuk itu ia harus menambah lagi jam terbangnya," saran Seirawan dengan bijak.
Kebanyakan gaya permainan pecatur Indonesia pada umumnya, lebih menitikberatkan pada intuisi dan imajinasi kuat daripada penguasaan pembukaan. Pecatur kita memang lebih kuat di babak pertengahan. Padahal mengandalkan feeling semata, biasanya belum cukup untuk mencapai kemenangan.
Ini masih terjadi, ketika Utut memperagakan hampir semua partainya dalam dwitarung itu dengan menggunakan pembukaan favoritnya: Gambit Menteri (langkah awal d2-d4). Altematif Iain yang biasa disukai Utut adalah pembukaan Caro-Kann.
Bagi Seirawan hal itu mudah diantisipasi, karena ia sendiri adalah pecatur taktis yang lebih mengutamakan teoritis ketimbang spekulasi. "Saya sudah menghadapi varian ini lebih dari ratusan kali," aku penerbit Inside Chess, majalah catur terkemuka di dunia, tanpa bermaksud sombong.
Utut sendiri kelihatannya tidak begitu terpukul, meski ratingnya turun lima poin gara-gara kekalahan di Kelapa Gading. "Saya masih mempunyai kesempatan di Moskow nanti," katanya singkat penuh optimisme. Ya, bulan depan di ibukota Rusia itu akan dilangsungkan Piala Dunia-nya catur, yakni Olimpiade Catur ke-31.
Menurut Wakil Ketua Umum PB Percasi, Cholid Ghozali para pecatur Indonesia yang diturunkan adalah GM Utut Adianto, GM Edhi Handoko, MI Nasib Ginting, MI Cerdas Barus, MF Salor Sitanggang, dan pecatur harapan, MF Nathanael Ivan Situru.
Berbicara soal target, Ketua Umum Percasi, Akbar Tandjung, mengharapkan mereka minimal dapat memperbaiki posisi sebelumnya yaitu peringkat ke-40 di Manila 1992. "Kini kita berusaha masuk 10 besar dunia," tekad Ghozali. Dapatkah? Jika setiap pecatur dapat mengambil hikmah yang ada dari dwitarung Utut vs Seirawan, tampaknya bukan sesuatu yang mustahil. Ya. mengapa tidak?
(foto: Arief Natakusumah)
GM Yasser Seirawan (AS). |
Dalam empat partai dwitarung yang dinilai, Seirawan menang 3-1, hasil dari dua kali menang dan dua kali remis. Dengan hasil itu, pecatur top Amerika Serikat tersebut boleh menggondol uang lebih dari dua belas juta rupiah, plus tiket pesawat yang akan membawanya kembali ke rumahnya di Seattle, AS.
Selain itu manfaat untuk kita yang dapat diambil dari dwitarung yang digelar di Kelapa Gading Sport Club Jakarta, amat besar bagi para pecatur nasional yang akan berlaga di Olimpiade Catur Moskow, Januari 1995 alias bulan depan. Di mana seorang pecatur tingkat dunia (Seirawan pernah lolos menjadi dua kali penantang juara dunia), dengan persiapan sesingkat mungkin masih dapat mencapai hasil yang maksimal.
Apa rahasianya? Pecatur AS berdarah Palestina-Suriah itu membuktikan bahwa persiapan yang matang adalah kunci kesuksesan. Sebab semakin tinggi rating yang dimiliki justru membuat seorang pecatur lebih banyak lagi berlatih dan bertanding. "Event ini saya anggap berbobot. maka saya tetap mempersiapkan dengan serius. Itu termasuk mempelajari karakter permainan Utut (Adianto)," ungkap Seirawan, pecatur kelahiran Damaskus 34 tahun lalu ini pada penulis.
Ia mengungkapkan bahwa begitu mendapat undangan dari Enerpac, lebih dari 200-an partai ia kaji termasuk di dalam pesawat, yang membawanya ke Jakarta! Begitupun kesehariannya di kamar hotel, sampai-sampai ia membawa sendiri program Chessbase yang berisi kumpulan semua partai Utut. Bagi dia bemodalkan tekad dan kemauan saja belumlah cukup. Yang penting adalah persiapan yang maksimal.
"Dwitarung ini saya anggap sebagai persiapan jangka panjang untuk Olimpiade. Selain itu untuk menambah rating saya," tutur Seirawan yang kini mempunyai elo-rating 2615. Dari delapan kali pertemuan resmi keduanya, yang dimulai di Bali 1983, Seirawan sementara unggul total 5-3 atas Utut.
Lemah Pembukaan
Lebih lanjut pecatur nomor tiga AS ini mengungkapkan bahwa Utut masih bisa berkembang lagi. Menurutnya ditilik dari tingkat permainan, Utut cukup potensial, kreatif dan mempunyai gaya permainan yang condong lebih menyerang, namun kurang variatif. "Untuk itu ia harus menambah lagi jam terbangnya," saran Seirawan dengan bijak.
Kebanyakan gaya permainan pecatur Indonesia pada umumnya, lebih menitikberatkan pada intuisi dan imajinasi kuat daripada penguasaan pembukaan. Pecatur kita memang lebih kuat di babak pertengahan. Padahal mengandalkan feeling semata, biasanya belum cukup untuk mencapai kemenangan.
Ini masih terjadi, ketika Utut memperagakan hampir semua partainya dalam dwitarung itu dengan menggunakan pembukaan favoritnya: Gambit Menteri (langkah awal d2-d4). Altematif Iain yang biasa disukai Utut adalah pembukaan Caro-Kann.
Bagi Seirawan hal itu mudah diantisipasi, karena ia sendiri adalah pecatur taktis yang lebih mengutamakan teoritis ketimbang spekulasi. "Saya sudah menghadapi varian ini lebih dari ratusan kali," aku penerbit Inside Chess, majalah catur terkemuka di dunia, tanpa bermaksud sombong.
Utut sendiri kelihatannya tidak begitu terpukul, meski ratingnya turun lima poin gara-gara kekalahan di Kelapa Gading. "Saya masih mempunyai kesempatan di Moskow nanti," katanya singkat penuh optimisme. Ya, bulan depan di ibukota Rusia itu akan dilangsungkan Piala Dunia-nya catur, yakni Olimpiade Catur ke-31.
Menurut Wakil Ketua Umum PB Percasi, Cholid Ghozali para pecatur Indonesia yang diturunkan adalah GM Utut Adianto, GM Edhi Handoko, MI Nasib Ginting, MI Cerdas Barus, MF Salor Sitanggang, dan pecatur harapan, MF Nathanael Ivan Situru.
Berbicara soal target, Ketua Umum Percasi, Akbar Tandjung, mengharapkan mereka minimal dapat memperbaiki posisi sebelumnya yaitu peringkat ke-40 di Manila 1992. "Kini kita berusaha masuk 10 besar dunia," tekad Ghozali. Dapatkah? Jika setiap pecatur dapat mengambil hikmah yang ada dari dwitarung Utut vs Seirawan, tampaknya bukan sesuatu yang mustahil. Ya. mengapa tidak?
(foto: Arief Natakusumah)