Seperti kata pepatah, anjing menggonggong kafilah tetap berlalu. Barangkali seperti itulah reaksi PSSI atas berbagai kritikan yang dilontarkan serta perasaan skeptis menjelang bergulirnya kompetisi sepak bola model baru di Tanah Air, Liga Indonesia musim 1994/95. Bagaimana sikap Nirwan Dermawan Bakrie (NDB), Ketua Komite Tim Nasional, atas kondisi seperti itu?
Berikut jawabannya, didapat dari hasil wawancara dengan orang yang disebut-sebut sebagai tokoh sentral di balik lahirnya Liga Indonesia (LI) itu. Tanya jawab berlangsung di ruangan kantornya, Wisma Bakrie, Kuningan, Jakarta, Senin lalu.
Sebagai konseptor kompetisi, bagaimana sih Anda melihat prospek LI ke depan?
Bisa bagus. LI akan menjadi kompetisi berbobot yang lebih ber-orientasi ke klub. Tapi hal ini mesti dengan catatan: citranya harus dijaga. Terutama dari pengurus, juga pemain. Jika sanggup dipelihara dengan baik, maka sponsor akan datang. Sepuluh persen saja dari 180 juta rakyat Indonesia yang intens mengikuti LI, berarti ada 18 juta orang yang bisa dijadikan lahan produk oleh sponsor. Kalau sponsor sudah menganggap sebagai pasar yang baik, saya yakin lima-enam tahun ke depan prestasi sepak bola kita akan terangkat. Itu berarti tidak sampai dua kali Piala Dunia. Dan saya yakin juga, inilah harapan yang diinginkan oleh masyarakat.
Namun LI masih dibayangi oleh badan pengelola yang belum pasti.
Badan pengelola memang belum terbentuk, sayang, masih proses. Terlalu banyak bicara tuh. Ada beberapa pandangan yang tidak diingini. Kita tidak mau berada di luar PSSI seperti Galatama dulu. Nantinya LI adalah (bagian) PSSI. Kompetisi adalah bagian dari struktur PSSI. Nah struktur itu lingkup dan bentuknya sedang dibahas seperti apa, sebagai apa? Komisi atau apa? Ini tugas Pak Agum (Gumelar, ketua tim Liga Amatir) dan Ismet (Tahir, ketua tim Liga Profesional). Semoga minggu-minggu ini sudah jelaslah.
Bagaimana dengan persoalan marketing-nya?
Tidak ada di (struktur) LI. Yang ada PSSI akan membuat kontrak dengan promotor. Nah, promotor ini yang akan menjamin penyediaan dana, ada sekitar Rp 4,35 miliar per musim, kepada PSSI. Dan ingat, tugas dan tanggung-jawab promotor bukan hanya itu. Mereka juga diwajibkan mempromosikan Liga Indonesia. Karena kalau diberi uang, biasanya promotor tidur. LI nggak ada yang nonton, dong. Kemudian dari dana tadi, akan dipecah sebagian untuk aktivitas promosi, seminar, biaya untuk wasit, termasuk anggaran Rp 1 miliar untuk membeli (mendatangkan) pemain asing yang nantinya akan diserahkan kepada PSSI untuk disebar ke klub-klub.
Jadi dalam pemasaran LI itu fungsi PT Cipta Citra Sportindotama?
Sebenarnya tidak seperti itu saja. Saya nggak tahu Pak Parjo (Soeparjo Pontjowinoto, Sekum PSSI) bicara seperti yang telah diberitakan. Tadinya saya punya ide. LI ini bisa dijual kok, seperti Piala Dunia. Piala Thomas saja bisa dijual, dan ada yang beli. Spectrum Hong Kong sempat mau masuk tapi hanya sanggup dengan Rp 1,4 miliar per tahun. Mereka akhirnya mundur karena anggaran yang ditetapkan PSSI Rp 4,35 miliar per tahun. Saya sempat usul, kenapa PSSI tidak membentuk perusahaan sendiri? 'Kan ada beberapa unsur, misalnya Yaposi. Nah salah satu sumber dana ini adalah PT Cipta Citra Sportindotama. Namun karena jadi rame, ide (pembentukan perusahaan) itu ya nggak jadi. Promotor yang akan menandatangani kontrak dengan PSSI nantinya adalah agen dari sponsor utama kita. Kontrak ditentukan selama 8 tahun.
Apakah Anda yakin bisa balik modal dengan cepat?
Minimal 3 tahun tapi itu tergantung dengan pencitraan kompetisi Liga Indonesia itu sendiri. Semoga berjalan positif. Namun kita tidak hanya mengarah soal seberapa cepat balik modalnya. Karena kalau terlalu melihat sisi komersialnya, maka bisa-bisa kompetisi nggak jalan. Makanya yang ingin dibangun dulu adalah citra yang baik dan prestasi bagus. Kedua hal itu harus dibangun bersama-sama oleh semua pihak yang terlibat di sepak bola nasional.
(foto: arief natakusumah)
Berikut jawabannya, didapat dari hasil wawancara dengan orang yang disebut-sebut sebagai tokoh sentral di balik lahirnya Liga Indonesia (LI) itu. Tanya jawab berlangsung di ruangan kantornya, Wisma Bakrie, Kuningan, Jakarta, Senin lalu.
Sebagai konseptor kompetisi, bagaimana sih Anda melihat prospek LI ke depan?
Bisa bagus. LI akan menjadi kompetisi berbobot yang lebih ber-orientasi ke klub. Tapi hal ini mesti dengan catatan: citranya harus dijaga. Terutama dari pengurus, juga pemain. Jika sanggup dipelihara dengan baik, maka sponsor akan datang. Sepuluh persen saja dari 180 juta rakyat Indonesia yang intens mengikuti LI, berarti ada 18 juta orang yang bisa dijadikan lahan produk oleh sponsor. Kalau sponsor sudah menganggap sebagai pasar yang baik, saya yakin lima-enam tahun ke depan prestasi sepak bola kita akan terangkat. Itu berarti tidak sampai dua kali Piala Dunia. Dan saya yakin juga, inilah harapan yang diinginkan oleh masyarakat.
Namun LI masih dibayangi oleh badan pengelola yang belum pasti.
Badan pengelola memang belum terbentuk, sayang, masih proses. Terlalu banyak bicara tuh. Ada beberapa pandangan yang tidak diingini. Kita tidak mau berada di luar PSSI seperti Galatama dulu. Nantinya LI adalah (bagian) PSSI. Kompetisi adalah bagian dari struktur PSSI. Nah struktur itu lingkup dan bentuknya sedang dibahas seperti apa, sebagai apa? Komisi atau apa? Ini tugas Pak Agum (Gumelar, ketua tim Liga Amatir) dan Ismet (Tahir, ketua tim Liga Profesional). Semoga minggu-minggu ini sudah jelaslah.
Bagaimana dengan persoalan marketing-nya?
Tidak ada di (struktur) LI. Yang ada PSSI akan membuat kontrak dengan promotor. Nah, promotor ini yang akan menjamin penyediaan dana, ada sekitar Rp 4,35 miliar per musim, kepada PSSI. Dan ingat, tugas dan tanggung-jawab promotor bukan hanya itu. Mereka juga diwajibkan mempromosikan Liga Indonesia. Karena kalau diberi uang, biasanya promotor tidur. LI nggak ada yang nonton, dong. Kemudian dari dana tadi, akan dipecah sebagian untuk aktivitas promosi, seminar, biaya untuk wasit, termasuk anggaran Rp 1 miliar untuk membeli (mendatangkan) pemain asing yang nantinya akan diserahkan kepada PSSI untuk disebar ke klub-klub.
Jadi dalam pemasaran LI itu fungsi PT Cipta Citra Sportindotama?
Sebenarnya tidak seperti itu saja. Saya nggak tahu Pak Parjo (Soeparjo Pontjowinoto, Sekum PSSI) bicara seperti yang telah diberitakan. Tadinya saya punya ide. LI ini bisa dijual kok, seperti Piala Dunia. Piala Thomas saja bisa dijual, dan ada yang beli. Spectrum Hong Kong sempat mau masuk tapi hanya sanggup dengan Rp 1,4 miliar per tahun. Mereka akhirnya mundur karena anggaran yang ditetapkan PSSI Rp 4,35 miliar per tahun. Saya sempat usul, kenapa PSSI tidak membentuk perusahaan sendiri? 'Kan ada beberapa unsur, misalnya Yaposi. Nah salah satu sumber dana ini adalah PT Cipta Citra Sportindotama. Namun karena jadi rame, ide (pembentukan perusahaan) itu ya nggak jadi. Promotor yang akan menandatangani kontrak dengan PSSI nantinya adalah agen dari sponsor utama kita. Kontrak ditentukan selama 8 tahun.
Apakah Anda yakin bisa balik modal dengan cepat?
Minimal 3 tahun tapi itu tergantung dengan pencitraan kompetisi Liga Indonesia itu sendiri. Semoga berjalan positif. Namun kita tidak hanya mengarah soal seberapa cepat balik modalnya. Karena kalau terlalu melihat sisi komersialnya, maka bisa-bisa kompetisi nggak jalan. Makanya yang ingin dibangun dulu adalah citra yang baik dan prestasi bagus. Kedua hal itu harus dibangun bersama-sama oleh semua pihak yang terlibat di sepak bola nasional.
(foto: arief natakusumah)