Perjalanan, Pengalaman, & Pemahaman Permainan Terindah

Juventus 2015/16 (1): September Bulan Mencekam

Mulai 2014 yang entah sampai kapan waktunya, camkanlah hal ini untuk memastikan konsep perjalanan mereka: Juventus adalah Allegri dan Allegri adalah Juventus. Konsep dan dapur pacu Bianconeri ada di kepalanya. Dari sinilah nasib dan peluang klub berawal.
Juventus 2015/16: September Bulan Mencekam
Massimiliano Allegri, pusat inspirasi permainan Bianconeri.
Setahun belakangan ini aura Juventus rada misterius. Dominasi mereka diwarnai perubahan kultur. Kesan tertutup juga mulai dirasakan orang, amat berbeda dengan eranya Conte yang lebih open. Semua tahu penyebabnya: pusat komando sekarang diperintah Allegri, sosok panglima yang punya kepribadian magnetik dan daya tarik pikiran yang menggoda. Di tangannya permainan Juve berubah menjadi efektif tetapi sulit dimengerti, mendalam dan intens namun emosional.

Senyum getir dan lekuk tubuh Allegri yang salah tingkah dan kurang pede waktu menerima trofi pribadi pada pesta resmi juara di Juventus Stadium melahirkan banyak arti. Jika itu Conte atau Lippi pasti keduanya melangkah mantap lalu memutar tubuhnya tatkala announcer dengan lantang menyebut namanya. Mereka juga tersenyum puas seraya mengangkat piala. Sayangnya pada saat itu tidak ada sama sekali, dan Allegri pun seperti jadi tamu di rumah sendiri.

Padahal mulai bulan ini, para pecinta Bianconeri amat berharap banyak pada pria kalem itu agar Juve bisa mempertahankan gelarnya sehingga menyamai rekornya pada 1930 serta Inter (2005-2010). Tapi dari panorama itu bisa dijelaskan Juve 2015 belum sekelas dan semantap Juve 1998, apalagi Juve 1985. Gembira berlebihan menunjukkan Anda bukan orang yang mapan tapi Anda adalah orang yang tertekan. Semakin gila pestanya, semakin parah juga Anda tertekan sebelumnya.

Inikah yang dipikirkan Allegri manakala dirinya dipanggil ke atas panggung? "Klub ini dikelilingi banyak atmosfir buruk," kilahnya. "Bayangkan semua orang bilang kami bakal juara." Lho, bukannya malah tertantang bos? Tak harus begitulah, lagi pula pemaknaan atau cara pandang setiap orang mencapai sesuatu pasti berbeda. Allegri adalah orang yang rada tertutup, introvert. Harta kekayaan dia adalah imajinasi dan spirit berkobar-kobar mana kala diremehkan orang.

Pendek kata, dia senang melakoni underdog dan tertekan. Begitu pun sebaliknya. Cobalah perhatikan bagaimana dengan disposisi sifatnya itu dia suka dikalahkan oleh klub-klub kecil atau sanggup melahirkan kejutan. Uniknya, Allegri dikenal jago mengontrol emosi termasuk mengatasi letupan pelampiasan. Pada era dia seharusnya skuad Juve lebih lihai dalam mengontrol situasi dan kondisi internal maupun eksternal, secara personal ataupun profesional.

Usai Andrea Pirlo, Arturo Vidal dan Carlos Tevez pergi, praktis aura pasukan utama lebih homogen. Pemerhati Bianconeri tahu gaya ketiganya yang tersering mewarnai permainan. Tak jarang pula mereka suka membumbui tontonan agar sedap, baik lewat aksi maupun reaksinya. Patut ditunggu chemistry poros antara Paul Pogba, Claudio Marchisio, Sami Khedira atau Mario Mandzukic. Apapun hasilnya 'komposisi baru' ini dituntut untuk melanggengkan titel Juve.

Isu Trequartista
Juventus 2015/16: September Bulan Mencekam
Fernando Llorente dan Carlos Tevez. Generasi terus berlalu dan berubah. 
Tak perlu mengirim spionase ke markas lawan, sebab secara instingtif mereka langsung mendakwa duo Milano, Internazionale dan AC Milan, sebagai dua terpidana yang paling diawasi. Ini masalah klasik, pertarungan tradisional trio macan Serie A. Di benak Allegri, setelah Inter dan Milan, baru Roma dan Napoli. Vonis ini beda jauh dengan media massa yang mematok AS Roma dan Lazio sebagai pengancam serius. Belum lagi Fiorentina yang kian menggoda.

"Juventus boleh disebut paling favorit, tapi sesungguhnya perebutan musim 2015/16 lebih terbuka dari sebelumnya. Yang telah dicapai musim lalu telah tercatat ke dalam buku sejarah. Kita mulai lagi dari awal. Modal masa depan kami adalah 10 pemain kelahiran 1991 sampai 1996 dan dua bintang internasional," tukas Allegri sedikit buka rahasia. Siapapun paham, dua bintang yang dimaksud tiada lain Mandzukic dan Khedira.

Sesuai khittah-nya, start La Vecchia Signora mesti mulus dalam sebulan pertama. Tapi tidak fitnya kondisi Mandzukic dan Khedira yang belum bebas dari cederanya, juga Giorgio Chiellini dan Andrea Barzagli, membuat September menjadi bulan mencekam. Pemain menjelang usia 30 atau lebih jika didera cedera, pemulihan bakal memakan waktu lebih lama. Sialnya di periode ini Juve akan berlaga ke Roma, Genova dan Napoli, tiga kota yang kerap bikin susah.

Seretnya poin di September bisa mencekik mereka saat mengarungi Liga Champion tidak lama kemudian. Kerepotan melanda, putar otak jadi wajib. Pinjam lagi pola 3-5-2? Tidak, skema lama ini hanya untuk kondisi darurat. Jika ngotot dipakai sebagai pola awal, maka dari jauh Conte pasti kipas-kipas. Itu yang akhirnya Allegri menyuruh direktur transfer Juventus, Fabio Paratici, segera membeli Alex Sandro, bek kiri Brasil dari Porto, walau harus mencicil tiga tahun.

Tertutupnya Allegri di mercato membuat persiapan Juve tak seindah diperkirakan orang. Posisi Khedira amat vital, dan sungguh konyol mereka hanya menjadikannya sebagai investasi. Tak heran jika Asier Illaramendi terus diuber-uber. Pers juga kaget sebab mereka ngidam pada Christian Eriksen untuk diplot jadi trequartista. Memaksa Roberto Pereyra untuk posisi itu selama semusim? Ini sama saja memberi jalan kuasa pada Roma dengan Miralem Pjanic-nya.

Marotta sudah berkeliaran ke sana ke mari untuk meminang Illara, Eriksen sekaligus Juan Cuadrado dan Henrikh Mkhitaryan. Mkhitaryan? Lha, si Mario mau dikemanakan? Bukan, striker Dortmund itu dibidik untuk mengisi tempat Fernando Llorente yang akan didorong untuk pensiun dini. Jika lengah di mercato prospek Juve bakal berkabut. Setelah kedatangan Pedro Rodriguez, tapi dengan pede-nya Chelsea minta Paul Pogba untuk dibarter dengan Cuadrado. Wow.

Memahami Lawan
Juventus 2015/16: September Bulan Mencekam
Paul Pogba, pusat harta karun masa depan Juventus.
Tapi Juventus adalah Juventus. Sikap mental mereka sudah kelar seabad lalu. Mental juara. Ini yang sulit ditiru atau diadaptasi pesaing. Dengan hanya mengenakan kostum hitam-putih saja, pemain biasa pun jadi luar biasa, dan paham apa yang mesti dilakukan. Realita ini sulit dibantah, sampai-sampai Maurizio Sarri, pelatih baru Napoli bilang begini: "Saya perhatikan tiada satupun tim di negeri ini yang percaya diri bertemu Juventus ketika berjalan bersama di lorong pemain."

Ini mengartikan semua pesaing tahu, berbekal aspek teknis dan taktik saja tak cukup untuk membekap Juventus dari waktu ke waktu. Butuh pengalaman hidup yang pahit serta perjalanan sejarah yang mumpuni. Jika Allegri masih sibuk dengan urusan mercato dan belum sempurnanya fondasi tim utama itu hanya sebagian kecil saja problem yang pernah terjadi pada Capello, Lippi, Ranieri, Conte, Del Neri, sampai Conte. Lalu semuanya teratasi seperti biasanya.

Mau beda skema, beda gaya main, satu yang tabu berubah dan diubah adalah hasrat untuk sukses. Di tangan Allegri, Juventus membangun konsep dinasti dan dominasi. Lihatlah semua pos selalu berisi pemain berpengalaman dan pemain potensial. Misalnya Alvaro Morata, Simone Zaza dan Paulo Dybala yang membayangi Mandzukic dan Llorente; Daniele Rugani untuk Chiellini. Satu-satunya posisi yang rawan di masa depan adalah siapa penerus Gianluigi Buffon. Setuju?

Roma kembali menjadi pesaing terkuat Juve. Musim ini kekuatan Giallorossi makin seram setelah bergabungnya tiga pemain sewaan berkaliber berat: Wojciech Szczesny (Arsenal), Edin Dzeko (Manchester City), dan Mohammed Salah (Chelsea). Ketiganya hampir pasti jadi starter dan mengubah formasi musim lalu. Dzeko dan Salah akan ditemani Adem Ljalic atau Gervinho. Sementara Francesco Totti, 39 tahun, akan bertukaran tempat dengan Salah atau Dzeko.

Kunci kekuatan Roma ada di tiga pejuangnya di lini tengah, De Rossi-Nainggolan-Pjanic. Klub ini pun kian kaya karena selain lolos ke Liga Champion, penjualan para pemainnya meraup 67,15 juta euro, 45 juta euro diantaranya dari kas AC Milan untuk Andrea Bertolacci (24) dan Alessio Romagnoli (22). Lazio semakin kuat dan bertenaga. Tanpa berubah banyak, motivasi dan kekompakan Biancocelesti lebih bagus lagi. Status yang sama terjadi pada Napoli dan Fiorentina.

Di satu sisi Allegri harus memantau bintang-bintang baru para pesaing dengan ambisi baru yang berpotensi merusak impian mereka seperti Dzeko (Roma), Carlos Bacca (Milan), Geoffrey Stefan Jovetic (Inter), Mario Suarez (Fiorentina). Memang semakin tidak mudah tugas Allegri sekarang. Selain memikirkan terus kondisi internal secara simultan, pemahaman kekuatan skuad lawan pun tak boleh lengah. Ini baru di Serie A, belum nanti untuk Liga Champion. 

(foto: calciomercato/skuadjuventus/goal)

Share:

Artikel Populer

Maurizio Sarri: Tantangan Baru Si Mantan Bankir

Buat tifosi Napoli yang militan dan fanatik, begitu melihat jagoannya cuma meraup dua poin dari tiga laga jelas bikin dongkol selain gundah...

Arsip

Intermeso

Wawancara

Arsip

Artikel Terkini