Stigma atau persepsi di La Liga yang paling santer adalah di kompetisi ini cuma Barcelona atau Real Madrid saja akan jadi juaranya. Perlombaan di Spanyol makin menyerupai Skotlandia di mana dua kuda pacunya cuma dua Glasgow, Celtic dan Rangers. Semoga mulai sekarang anggapan itu salah setelah klub yang satu ini kian meningkatkan kinerja dan performanya untuk memuat sejarah baru.
Lakon Malaga identik dengan kisah Cinderella. Malaga CF seketika mencuat sebagai upsetter paling potensial se-Spanyol mulai besok, minggu ini, atau bulan depan, hingga ke tahun-tahun mendatang. Siapapun tak menduga. Klub yang selama sedekade selalu pontang-panting dan tanpa gelar itu tiba-tiba kejatuhan bintang dari Timur Tengah setelah dibeli seorang sheikh dari Qatar, Abdullah Al-Thani.
Seperti Manchester City di Inggris atau Paris Saint-Germain di Prancis, kepak-kepak sayap Malaga semakin menggeliat lewat gelimangan minyak, tumpukan cek dan hujan ambisi. Musim lalu sensasi klub penerus Club Deportivo Malaga yang telah 'wafat' di 1992 itu baru sebatas fiksi, khayalan. Sedang faktanya, masih jauh dari harapan. Di akhir musim 2010/11, Los Boquerones berhenti total di posisi 11 klasemen.
Fakta ini memang sedikit kurang elok buat buat kesebelasan olahan Manuel Pellegrini. Orang Chile pengganti manajer Jesualdo Ferreira (Portugal), yang di-PHK di tengah jalan, dibela pemain impor berkelas lumayan seperti Martin Demichelis (Argentina/Bayern), Julio Baptista (Brasil/Roma) dan Enzo Maresca (Italia /Olimpiacos). Banyak yang bilang, dengan amunisi begini mimpi Malaga masuk 7 besar La Liga saja cuma khayalan.
Sadar waktunya memang belum mumpuni, di musim keduanya rezim Sheikh Al-Thani kembali merogoh uang. Cinderella Story berlanjut dan terus dirajut. Dalam sekejap, sim-salabim, datanglah Ruud van Nistelrooij (gratis) dan Joris Mathijsen (2,5 juta euro), dua pemain teras De Oranje. Lalu dengan metode 'karpet terbang, Malaga menjemput Nacho Monreal (6 juta, Osasuna) dan Joaquin Sanchez (4,2 juta, Valencia).
Dirasa masih belum mantap, Pellegrini minta mengangkut lagi potensi lokal seperti Sergio Sanchez (2,8 juta, Sevilla), Isco Suarez (6 juta, Valencia), Diego Buonanotte (4,5 juta, River Plate), termasuk yang paling 'nendang' yakni duet Jeremy Toulalan (11 juta, Lyon) dan Santiago Cazorla (21 juta). Jika dijumlah nilai transfernya saja, di luar gaji masing-masing, maka 9 pemain ini berharga total 58 juta euro.
Santi Cazorla adalah murid kesayangan Pellegrini sewaktu di Villarreal, yang terkenal sebagai salah satu pemain sayap tercepat Spanyol selain Juan Mata. Pendek kata, Al-Thani meluluskan semua permintaan Pellegrini yang bernilai sekitar Rp 712 milyar. Bahkan jika Malaga punya prestasi yang lumayan sedikit saja, sehingga lebih kredibel, barangkali Didier Drogba, Javier Pastore, dan Wesley Sneijder mau bergabung.
Proyek Ambisius
Soal bujet transfer, Malaga sekarang bisa menyaingi Manchester City atau Paris Saint-Germain. Sukses di sepak bola bisa dibeli oleh uang dan ambisi semakin populer. Mazhab nan instan yang awalnya diterapkan oleh Chelsea itu sampai juga ke Spanyol. Walau berbenturan dengan tradisi sejati sepak bola, tapi di sisi lain fenomena Malaga melahirkan hal yang menarik. Persaingan di La Liga kini kian bergairah dan terbuka.
Selama dua dekade, dominasi Hala Madrid dan Visca Barca amat mencengkeram La Liga, dengan gangguan kecil sempat dilakukan Deportivo La Coruna dan Valencia. La Coruna sudah habis nafas, sementara Valencia kini pindah kuadran bersama Villarreal, Sevilla, dan Atletico Madrid sebagai barisan klub yang mengakui sulit jadi juara kecuali bersyukur bisa lolos ke Liga Champion, menabung uang dulu untuk di masa depan.
Dengan konsep dan terobosan dari sisi bisnis, tampaknya Malaga, klub yang bernama asli Atletico Malague ini boleh jadi telah melampaui keempat pesaingnya. Direktur olah raga Malaga, yang tugas utamanya memelototi sumber daya baru dan melakoni transfer, adalah Fernando Hierro. Kiprah legenda hidup El Real ini cukup berpengaruh di Spanyol dan lumayan punya banyak jaringan di Amerika Latin.
Keniscayaan akan ambisi Malaga makin mantap melihat figur papan atas seperti Van Nistelrooij, Cazorla, dan Toulalan mau join. "Saya terpukau dengan rencana ambisius Malaga di masa depan. Tujuan utama kami adalah menembus Eropa. Saya kenal baik Pellegrini, filosofinya, dan bangga jadi bagian dari proyek ini," kata Cazorla yang berkesempatan bisa menjelaskan alasannya atas nilai transfernya yang mahal.
Ambisi Malaga mulai menyemarakkan lagi atmosfir liga agar tak melulu dikuasai Real dan Barca. Publik kian bosan dengan liga. Apalagi pihak TV dan sponsor juga 'ingin' gairah baru. Untung operator La Liga menggubris sinisme. Tapi, Malaga? Lho, mengapa tidak!? "Kami sadar, kami sekarang dalam sorotan. Malaga, Barcelona, dan Madrid adalah referensi baru dalam sepak bola Spanyol," sergah Antonio Apono, gelandang spesialis tendangan penalti. "Setidaknya ketika menjuarai liga tetap nyaris mustahil, namun lolos ke Liga Champion akan menjadi pilihan realistis. Toh pada waktunya kami akan berada di sana."
Hmm, inilah rupanya posisi sejati Malaga. Sebagai kontingen Spanyol yang baru untuk Liga Champion plus syukur-syukur bisa mengacaukan dominasi Madrid-Barca. Situasi ini sejak awal telah dipahami Al-Thani. Sebagai bankir, pebisnis dan milyarder, potensi dan peluang sudah tercium. Wajar bila pria Qatar ini tidak ragu untuk membeli Malaga 'cuma' 36 juta euro (Rp 442 milyar) pada Juni 2010.
Stadion adalah pasar dan mesin uang klub. Maka target berikut Al-Thani tak lain bikin markas baru berkapasitas 65.000 orang, yang kelak dinamakan Qatar Estadio. Bukan bisnis yang oke bila Malaga terus mengandalkan La Rosaleda yang berdaya tampung 29.000 orang. Musim lalu rata-rata okupasi stadion ini 17.000 orang. Hanya bisa full bila Al-Thani menyuruh semua karyawannya dari seluruh dunia untuk menonton.
Sebagai kota keenam terbesar di Spanyol dengan populasi 534 ribu jiwa, Al-Thani telah mengukur besaran pertumbuhan bisnis Malaga. Sasaran lain yang juga masuk agenda berupa akademi dan pusat latihan klub seluas 12 hektar. Itulah, pasti, yang membuat kehadiran para bintang, meski sebagian telah pudar, sebagai jaminan pada animo Malaguistas dan masyarakat Andalusia datang ke stadion.
Satu efek terpenting dibangunnya Qatar Estadio tiada lain soal kontrak TV. Selama ini 18 klub La Liga lainnya selalu sakit hati melihat Madrid dan Barca mendapat 300 juta euro atau 80 persen total bujet. Alasan lain butuh stadion yang besar adalah posisi tawar di depan pemegang hak siar. Santiago Bernabeu bisa disarati 80.354 orang, sedang Camp Nou, stadion terbesar di benua Eropa, malah 99.354 penonton!
Setengah Jalan
Jika sudah berdiri, maka itulah stadion ketiga terbesar di Spanyol. Dengan 65.000 penonton, Qatar Estadio akan mengalahkan Mestalla (55.000, Valencia), Vicente Calderon (54.851, Atletico Madrid), dan Benito Villamarin (52.745, Sevilla). Argumen Malaga untuk pelan-pelan menyaingi Madrid-Barca juga bisa diendus dari sini. Setidaknya, rancang bangunnya sudah ada.
Semuanya dimulai dari kekuatan uang. Sejauh ini ambisi Al-Thani dan Malaga yang paling kongkrit baru terlaksana di transfer atau kehadiran sosok manajernya. Artinya, mereka sebenarnya sudah setengah jalan. Namun pada akhirnya perhitungan teknis di atas lapangan paling menentukan. Kompetisi di sepak bola hanya akan dimenangkan bukan oleh tim yang paling baik, tapi oleh tim yang paling konsisten.
Itulah tugas terbesar Pellegrini. Siapapun kenal kualitas Van Nistelrooij atau Joaquin. Potensi mereka tetap ada meski usianya merambat. Bila Pellegrini bisa memotivasinya lagi, bukan mustahil Malaga bakal menuai kejutan demi kejutan. Di La Liga, mazhab permainan yang berlaku adalah sepak bola menyerang. Bisa dipastikan, Demichelis-Mathijsen akan dijadikan tandem di jantung pertahanan.
Lini pertahanan terpenting ada di tengah. Toulalan dan Isco paling bertanggung-jawab di sana. Jika Joaquin ditaruh di sayap kanan, maka di kiri hampir dipastikan akan diisi Cazorla. Jika pola 4-3-3 yang dipilih, maka Antonio Apono atau Cazorla didorong ke depan untuk menemani Van Nisterooij atau Julio Baptista. Pertanyaannya, mampukah Los Boquerones menyaingi Barcelona dan Real Madrid?
Jika barisan strata kedua (Valencia, Villarreal, Sevilla, Atletico Madrid) juga bertekad sama, saling mengguncang dominasi duopoli, maka jawabannya adalah mungkin saja. Tidak ada yang mustahil di sepak bola. Namun untuk menuju ke sana para pengelola Malaga mesti meng-'copy-paste' lakon Manchester City di Inggris. Dan beruntunglah, Manuel Luis Pellegrini Ripamonti adalah pelatih bermental pemenang.
Dia bisa mengarungi perjuangan Roberto Mancini kala mesti meladeni dominasi Alex Ferguson dan Arsene Wenger. Dari sisi kapasitas juga kapabilitasnya, Pellegrini bisa saja masuk satu kuadran bersama Jose Mourinho dan Pep Guardiola sebagai pelatih terdepan di La Liga. Pellegrini kenyang bergaul dan bertempur dengan Barcelona serta kenal betul kekuatan Real Madrid sebab sebelumnya dia berada di sana.
Jarak nilai per-posisi, yang dikenal sangat renggang di luar dua besar La Liga, mungkin bisa dimanfaatkan Pellegrini untuk mengunci posisi pesaing utama sehingga upaya memfokuskan timnya untuk menghadang superioritas Madrid-Barca makin jelas. Bisa dibilang, kini kekuatan Valencia memudar setelah kejadian cuci gudang akibat krisis finansial. Hal sama menerpa pada Atletico Madrid dan Sevilla.
Seperti yang dibuat Manchester City, mereka tidak langsung menyaingi Manchester United atau Chelsea, tapi memerotoli dulu Arsenal atau Liverpool di manapun: bisnis, transfer, sampai ke permainan. Dan ingat, rasa minder berlebihan serta mental lemah seperti saat digunduli Real Madrid 7-0 pada Maret silam harus segera dikubur dalam-dalam. Apakah klub berjuluk Los Boquerones alias ikan hering itu sabar melakoninya?
(foto: thesun/malagacf/rcdm/eventplannerspain)
Los Boquerones, klub dengan gelegak ambisi yang segar dari Qatar. |
Seperti Manchester City di Inggris atau Paris Saint-Germain di Prancis, kepak-kepak sayap Malaga semakin menggeliat lewat gelimangan minyak, tumpukan cek dan hujan ambisi. Musim lalu sensasi klub penerus Club Deportivo Malaga yang telah 'wafat' di 1992 itu baru sebatas fiksi, khayalan. Sedang faktanya, masih jauh dari harapan. Di akhir musim 2010/11, Los Boquerones berhenti total di posisi 11 klasemen.
Pemilik Malaga CF, Abdullah Al-Thani. |
Sadar waktunya memang belum mumpuni, di musim keduanya rezim Sheikh Al-Thani kembali merogoh uang. Cinderella Story berlanjut dan terus dirajut. Dalam sekejap, sim-salabim, datanglah Ruud van Nistelrooij (gratis) dan Joris Mathijsen (2,5 juta euro), dua pemain teras De Oranje. Lalu dengan metode 'karpet terbang, Malaga menjemput Nacho Monreal (6 juta, Osasuna) dan Joaquin Sanchez (4,2 juta, Valencia).
Dirasa masih belum mantap, Pellegrini minta mengangkut lagi potensi lokal seperti Sergio Sanchez (2,8 juta, Sevilla), Isco Suarez (6 juta, Valencia), Diego Buonanotte (4,5 juta, River Plate), termasuk yang paling 'nendang' yakni duet Jeremy Toulalan (11 juta, Lyon) dan Santiago Cazorla (21 juta). Jika dijumlah nilai transfernya saja, di luar gaji masing-masing, maka 9 pemain ini berharga total 58 juta euro.
Santi Cazorla adalah murid kesayangan Pellegrini sewaktu di Villarreal, yang terkenal sebagai salah satu pemain sayap tercepat Spanyol selain Juan Mata. Pendek kata, Al-Thani meluluskan semua permintaan Pellegrini yang bernilai sekitar Rp 712 milyar. Bahkan jika Malaga punya prestasi yang lumayan sedikit saja, sehingga lebih kredibel, barangkali Didier Drogba, Javier Pastore, dan Wesley Sneijder mau bergabung.
Proyek Ambisius
Soal bujet transfer, Malaga sekarang bisa menyaingi Manchester City atau Paris Saint-Germain. Sukses di sepak bola bisa dibeli oleh uang dan ambisi semakin populer. Mazhab nan instan yang awalnya diterapkan oleh Chelsea itu sampai juga ke Spanyol. Walau berbenturan dengan tradisi sejati sepak bola, tapi di sisi lain fenomena Malaga melahirkan hal yang menarik. Persaingan di La Liga kini kian bergairah dan terbuka.
Selama dua dekade, dominasi Hala Madrid dan Visca Barca amat mencengkeram La Liga, dengan gangguan kecil sempat dilakukan Deportivo La Coruna dan Valencia. La Coruna sudah habis nafas, sementara Valencia kini pindah kuadran bersama Villarreal, Sevilla, dan Atletico Madrid sebagai barisan klub yang mengakui sulit jadi juara kecuali bersyukur bisa lolos ke Liga Champion, menabung uang dulu untuk di masa depan.
Dengan konsep dan terobosan dari sisi bisnis, tampaknya Malaga, klub yang bernama asli Atletico Malague ini boleh jadi telah melampaui keempat pesaingnya. Direktur olah raga Malaga, yang tugas utamanya memelototi sumber daya baru dan melakoni transfer, adalah Fernando Hierro. Kiprah legenda hidup El Real ini cukup berpengaruh di Spanyol dan lumayan punya banyak jaringan di Amerika Latin.
Keniscayaan akan ambisi Malaga makin mantap melihat figur papan atas seperti Van Nistelrooij, Cazorla, dan Toulalan mau join. "Saya terpukau dengan rencana ambisius Malaga di masa depan. Tujuan utama kami adalah menembus Eropa. Saya kenal baik Pellegrini, filosofinya, dan bangga jadi bagian dari proyek ini," kata Cazorla yang berkesempatan bisa menjelaskan alasannya atas nilai transfernya yang mahal.
Santi Cazorla dan Manuel Pellegrini, bermimpi bersama. |
Hmm, inilah rupanya posisi sejati Malaga. Sebagai kontingen Spanyol yang baru untuk Liga Champion plus syukur-syukur bisa mengacaukan dominasi Madrid-Barca. Situasi ini sejak awal telah dipahami Al-Thani. Sebagai bankir, pebisnis dan milyarder, potensi dan peluang sudah tercium. Wajar bila pria Qatar ini tidak ragu untuk membeli Malaga 'cuma' 36 juta euro (Rp 442 milyar) pada Juni 2010.
Stadion adalah pasar dan mesin uang klub. Maka target berikut Al-Thani tak lain bikin markas baru berkapasitas 65.000 orang, yang kelak dinamakan Qatar Estadio. Bukan bisnis yang oke bila Malaga terus mengandalkan La Rosaleda yang berdaya tampung 29.000 orang. Musim lalu rata-rata okupasi stadion ini 17.000 orang. Hanya bisa full bila Al-Thani menyuruh semua karyawannya dari seluruh dunia untuk menonton.
Wajah baru jagoan dari Andalusia yang dipenuhi harapan. |
Satu efek terpenting dibangunnya Qatar Estadio tiada lain soal kontrak TV. Selama ini 18 klub La Liga lainnya selalu sakit hati melihat Madrid dan Barca mendapat 300 juta euro atau 80 persen total bujet. Alasan lain butuh stadion yang besar adalah posisi tawar di depan pemegang hak siar. Santiago Bernabeu bisa disarati 80.354 orang, sedang Camp Nou, stadion terbesar di benua Eropa, malah 99.354 penonton!
Setengah Jalan
Jika sudah berdiri, maka itulah stadion ketiga terbesar di Spanyol. Dengan 65.000 penonton, Qatar Estadio akan mengalahkan Mestalla (55.000, Valencia), Vicente Calderon (54.851, Atletico Madrid), dan Benito Villamarin (52.745, Sevilla). Argumen Malaga untuk pelan-pelan menyaingi Madrid-Barca juga bisa diendus dari sini. Setidaknya, rancang bangunnya sudah ada.
Semuanya dimulai dari kekuatan uang. Sejauh ini ambisi Al-Thani dan Malaga yang paling kongkrit baru terlaksana di transfer atau kehadiran sosok manajernya. Artinya, mereka sebenarnya sudah setengah jalan. Namun pada akhirnya perhitungan teknis di atas lapangan paling menentukan. Kompetisi di sepak bola hanya akan dimenangkan bukan oleh tim yang paling baik, tapi oleh tim yang paling konsisten.
Pellegrini memikirkan tugas besar dan berat. |
Lini pertahanan terpenting ada di tengah. Toulalan dan Isco paling bertanggung-jawab di sana. Jika Joaquin ditaruh di sayap kanan, maka di kiri hampir dipastikan akan diisi Cazorla. Jika pola 4-3-3 yang dipilih, maka Antonio Apono atau Cazorla didorong ke depan untuk menemani Van Nisterooij atau Julio Baptista. Pertanyaannya, mampukah Los Boquerones menyaingi Barcelona dan Real Madrid?
Jika barisan strata kedua (Valencia, Villarreal, Sevilla, Atletico Madrid) juga bertekad sama, saling mengguncang dominasi duopoli, maka jawabannya adalah mungkin saja. Tidak ada yang mustahil di sepak bola. Namun untuk menuju ke sana para pengelola Malaga mesti meng-'copy-paste' lakon Manchester City di Inggris. Dan beruntunglah, Manuel Luis Pellegrini Ripamonti adalah pelatih bermental pemenang.
Dia bisa mengarungi perjuangan Roberto Mancini kala mesti meladeni dominasi Alex Ferguson dan Arsene Wenger. Dari sisi kapasitas juga kapabilitasnya, Pellegrini bisa saja masuk satu kuadran bersama Jose Mourinho dan Pep Guardiola sebagai pelatih terdepan di La Liga. Pellegrini kenyang bergaul dan bertempur dengan Barcelona serta kenal betul kekuatan Real Madrid sebab sebelumnya dia berada di sana.
Jarak nilai per-posisi, yang dikenal sangat renggang di luar dua besar La Liga, mungkin bisa dimanfaatkan Pellegrini untuk mengunci posisi pesaing utama sehingga upaya memfokuskan timnya untuk menghadang superioritas Madrid-Barca makin jelas. Bisa dibilang, kini kekuatan Valencia memudar setelah kejadian cuci gudang akibat krisis finansial. Hal sama menerpa pada Atletico Madrid dan Sevilla.
Seperti yang dibuat Manchester City, mereka tidak langsung menyaingi Manchester United atau Chelsea, tapi memerotoli dulu Arsenal atau Liverpool di manapun: bisnis, transfer, sampai ke permainan. Dan ingat, rasa minder berlebihan serta mental lemah seperti saat digunduli Real Madrid 7-0 pada Maret silam harus segera dikubur dalam-dalam. Apakah klub berjuluk Los Boquerones alias ikan hering itu sabar melakoninya?
(foto: thesun/malagacf/rcdm/eventplannerspain)