Gaung dan dampak fenomena Wikileaks ternyata tak melulu mengarah ke urusan politik, keamanan negara, atau dunia bawah tanah, namun juga merambah ke sepak bola segala! Saat situs kontroversial karya Julian Assange itu membongkar rencana pembelian Manchester United oleh seorang tiran nomor dua terburuk di Asia, keempat di dunia, perasaan geger bin heran agaknya tak bisa disembunyikan.
Ini tentunya kabar menarik di dunia sepak bola. Satu dari 250.000-an transkrip diplomatik yang katanya bocor ke tangan Wikileaks, awal Desember silam, jadi bukti sahih sebab Than Shwe, orang nomor satu di Myanmar, pernah berniat membeli klub kedua terkaya di dunia itu pada Januari 2009. Karuan saja selain awak media massa dan politisi, banyak penggila United, tak peduli The Lovers atau The Haters, sontak buru-buru berselancar di jagat maya untuk mendalami kebenaran kisah tersebut.
Meski kurang memuaskan, mereka mendapati patokan harga yang diajukan beliau: 1 milyar dolar AS, atau hampir 10 trilyun rupiah! Artinya, tawaran itu akan menuai 56% saham mayoritas di Manchester United yang total asetnya sekitar 1,8 milyar dolar AS. Hmm, jadi berapa total kekayaan Than Shwe seluruhnya? Ini Myanmar lho, salah satu negara miskin yang paling dimusuhi Barat di bumi!
Menurut The Guardian, meski tak menyebut namanya, sebenarnya hasrat liar itu muncul dari rengekan cucu kesayangan sang panglima besar yang terkenal maniak bola, Nay Shwe Thway Aung. "Sumber terpercaya kami di Myanmar bilang, hasrat itu langsung bikin resah pejabat dan para jenderal lainnya," ungkap koran Inggris ini.
Pikir punya pikir, meski jantung mereka rada berdegup keras, beberapa jenderal akhirnya berani juga berniat meredam ide liar sembari bilang, "Pak, ini uang yang banyak dan bisa berdampak buruk bagi citra kita di luar. Bukankah lebih bagus dipakai untuk membangun sepak bola kita sendiri?"
Detik-detik hidup dan mati pun usai sebab Than Shwe mau menerima usulan. Ah, leganya! Tapi, efeknya tetap getir. Gara-gara bocoran Wikileaks dari Kedubes AS di Yangoon lansiran 3 Mei 2008 itu, hujatan pada diktator yang dianggap paling bedebah se-Asia Tenggara di mata pemuja demokrasi itu berkobar lagi.
Meski telah membebaskan oposisan dan ketua partai NLD, Aung San Suu Kyi, pada 13 November 2010, usai 21 tahun dibui, kebencian orang pada jenderal yang diketahui takut istri itu tak pernah surut. San Suu Kyi - pemenang Nobel 1991 dan anak pendiri bangsa, Jenderal Aung San - seharusnya yang jadi pemimpin Myanmar sejak menang pemilu di 1990.
Namun Than Shwe sukses membelokkan sejarah dunia. Walau nyebelin banget, garis tangan Than Shwe rupanya bagus. "Ia jadi begitu sebab tak mau mati terhina seperti Ne Win," papar Christina Fink, penulis buku Living Silence: Burma Under Military Rule. Rezim junta militer - pengendali Myanmar sejak 1962 - dituding bermata gelap sebab melepas tanggungjawab atas tewasnya 140 ribu jiwa korban topan Nargis, yang waktunya berdekatan dengan niat membeli Manchester United.
Bukan itu saja. Mereka juga telah bikin berang seisi dunia lantaran menolak bantuan internasional. Barangkali, Than Shwe, pria 77 tahun - bangga disapa Abi Gyi (kakek), gemuk, suka makan sirih dan berkacamata - telah menelan bulat-bulat prinsip dasar kepemimpinan berbau otoriter, yang ironisnya menyitir ucapan Mahatma Gandhi: "Warisan sejarah yang Anda telah torehkan ditentukan oleh apa yang Anda buat sekarang."
Walau cacat memahami falsafah itu, namun pemilik pabrik bir Mandalay itu punya mata batin, intuisi, feeling tajam untuk memahami hasrat sosok yang paling dipercayanya, dikasihinya, sekaligus diharapkannya: Thway Aung. Itulah kenapa di tengah hujatan, cercaan, kutukan, ia justru nekat sensasi: mau mengendalikan klub Barat yang dipuja 90-an juta orang sejagat untuk diberikan kepada sang cucu tercinta. Meski dikenal Xenofobia kelas berat, anti-Barat tapi demi strategi besarnya dia bisa pro-Wayne Rooney.
Membuat kesal pihak Barat merupakan spesialisasi suksesor diktator Jenderal Ne Win sejak 1992 ini. Demokrasi berarti pemerintahan sendiri atau bersama rakyat. Dalam demokrasi anda tak berhak memutuskan semuanya kecuali lewat konsensus. Konsensus? Cukuplah itu dengan bawahannya atau Thway Aung. Ketika dunia mengutuk, rakyat jadi frustrasi dan murka, dia tak panik sebab ide cucunya adalah penangkalnya. Than Shwe adalah kisah klasik kehidupan kecintaan pria pada keturunannya.
Atau cerita bagaimana sepak bola selalu dan selalu jadi agen kekuasaan. Keduanya berisiko tinggi. Dia tahu cucunya kegilaan bola meskipun kuatir juga sebab kebanyakan begadang, nonton sampai subuh. Di sisi lain, Than Shwe juga mengakui magnet bola sama kuatnya dengan perintah tembak di tempat. Maka itu lupakanlah Manchester United, walau si diktator punya uang, sanggup, bahkan didukung semua jenderal dan rakyat.
Sebelum dibocor Wikileaks pun, AS dan eks penjajahnya, Inggris, sudah tahu soal konstelasi tadi dengan hasil tambah murka. Cuma itu. Tapi esensinya? Lewat kontra-publikasi, secara politis suami dari Kyaing Kyaing itu tetap pemenangnya. Toh, tiada yang bisa diubah atau berubah di negeri berpenduduk 50 juta jiwa itu selama kakek kelahiran Kyaukse, 2 Februari 1933 ini berkuasa.
Jago Kongkalikong
"Rakyat dipaksa untuk memilih yang lebih penting dari yang tak penting. Than Shwe membalikkan kegelisahan dan kemarahan rakyat saat itu menjadi panggung impian penuh harapan di masa depan," papar Avram Noam Chomsky, pakar filsafat yang juga profesor linguistik dan politik di Massachussets Institute Technology (MIT). Than Shwe faham kebutuhan dan kesukaan rakyatnya lahir-batin. Meski dikenal mentalist perang, dia jarang berpropaganda.
Than Shwe lebih suka pamer wajah garang bila hatinya risau atau berbinar bila senang, hal yang dipelajari dari Saddam Hussein, Kim Il-sung, dan Slobodan Milosevic. Kebetulan wajah dia juga seram. Kisah tentang simbiosis-mutualisma antara Than Shwe dan Nay Shwe Thway Aung di sepak bola lebih menarik lagi. Anak muda berusia 19 ini sejak kecil sudah kesetanan bola. Apapun dilakoni si kakek demi cucunya ini.
Thway Aung alias Pho La Pyeit, adalah pemuja kelas wahid Manchester United, dan anehnya, jugaLiverpool. Saat dia merayakan HUT ke-16, semua jenderal, pejabat dan keluarganya datang ke hotel termewah di Yangon, Sedona, termasuk pelatih nasional asal Brasil, Marcos Antonio Falopa. Menurut harian The Irrawaddy, pesta itu diorganisir oleh Zaw Zaw, pebisnis peliharaan istana yang juga ketua umum PSSI-nya Myanmar!
Thway Aung pernah sekolah di Singapura, tapi lantaran takut jadi sasaran musuh, Than Shwe menyuruhnya pulang dan meneruskan di Universitas Teknologi Yangon. Tapi hal ini malah bikin repot pihak kampus. Than Shwe ingin cucunya itu sekelas dengan 17 mahasiswa jenius di ruangan khusus dengan keamanan superketat. Tapi dasar gila bola, Thway Aung lebih keseringan muncul di stadion dan di TV jadi komentator liga-liga Eropa.
Apalagi Zaw Zaw menjadikan dia sebagai bos salah satu klub liga. Walhasil, berkat sosok Thway Aung, rakyat Myanmar sangat dimanjakan oleh tontonan sepak bola dunia. Oleh karenanya, dengan atau tanpa bantuan Wikileaks pun, ia percaya di negaranya sepak bola akan selalu jadi candu rakyat. Itulah kenapa lahir isu Manchester United, klub yang banyak digemari dan juga dipuja Thway Aung. Di Myanmar, sepak bola adalah politik itu sendiri.
Jangan dikira Than Shwe hanya bertangan besi jika ada yang berani mengais-ngais politik dalam negerinya. Zaw Thet Htwe, jurnalis top dan pendiri tabloid sepak bola First XI, kini lagi dibui di penjara Taungyi, 400 km dari Yangon, gara-gara pada 2007 dia menulis bantuan 4 juta dolar AS untuk sepak bola Myanmar yang tak jelas rimbanya. Di Myanmar sepak bola adalah inspirasi politik dan bisnis. Urusan sesulit apapun cepat beres bila menyerempet bola.
Acapkali hal itu menguntungkan rakyat. Aliran listrik yang 8 tahun selalu byar-pet, sontak lancar saat ada Piala Dunia. Padahal biasanya ribuan rumah, kantor, dan sekolah cuma dapat jatah listrik tiga-empat jam sehari tiap November-April. Selain saling bercokol di puncak piramida PSSI Myanmar (MFA), liga, dan klub-klub, para jenderal atau pebisnis plus kroni dan anak-anaknya juga menguasai hajat hidup lain sepak bola seperti PLTA, PLN, telekomunikasi, stasiun TV sampai operator internet.
Kong kalikong-nya begini. MEPE, PLN-nya Myanmar dikuasai Thway Aung, sedang Zaw Min Aye, putra Letjen Tin Aye - salah satu jenderal top - memegang hak siar World Cup 2010. Program World Cup hanya tayang di MRTV dan Myawaddy, dua stasiun yang sahamnya dikeroyok anak-anak penguasa. Piala Dunia 2010 benar-benar pesta besar bagi pebisnis yang dekat dengan ring satu. Ada buruk, tentu ada baiknya. Begitu pun fenomena di Myanmar.
Meski lanjutan kasus Manchester United ternyata ada udang di balik bakwan, namun apa yang dititahkan Than Shwe barangkali lebih banyak positifnya bagi sepak bola. Caranya? Jenderal penderita diabetes itu 'menodong' pebisnis kelas kakap untuk membangun kembali kebanggaan nasional yang telah lama hilang. Mereka wajib membeli klub serta mengelolanya secara profesional untuk mencari sponsor, iklan, kostum dan gaji pemain plus fasilitas mobil dan rumahnya.
Kerennya lagi, puluhan pebisnis top dipaksa membangun stadion masing-masing minimal senilai 1 juta dolar. Siapa berani menolak maka usahanya bakal susah. Titik! "Jika jenderal senior sudah menyatakan keinginannya, mengeluh saja kami tak boleh," aku seorang eksekutif perusahaan yang kena todong. Liga sepak bola versi baru diluncurkan 16 Mei 2009.
Reformasi melanda banyak hal mulai nama, logo liga, jumlah klub, pemain asing, sampai izin bergabungnya sebuah klub Thailand. Myanmar Premier League (MPL) kini diganti menjadi Myanmar National League (MNL). Kanbawza, urutan ketiga MNL musim lalu, punya lima pemain Afrika. Sementara Delta United, runner up liga, merekrut pemain-pemain Argentina.
Lewat pemahaman yang paling sederhana di sepak bola saja, tapi dengan langkah kongkrit, bisa bikin seorang leader antagonis semacam Than Shwe meraih hasil nyata secara bisnis dan politis. Seperti penguasa yang sukses merajutnya, dia juga punya modal dulu, maniak bola sungguhan! Tanpa itu percuma. Jika sudah nonton bola di depan TV, kalau matanya belum sampai lamuran dia tak berhenti.
Than Shwe pernah benci bola gara-gara melihat timnas Myanmar keok, yang berujung pelarangan seluruh tayangan bola di TV. Lalu dia banting stir jadi fans-nya Song Hye-kyo, bintang telenovela Korea yang semlohey itu. Tapi sejak 2006, saat secara mengejutkan Myanmar jadi juara Turnamen Merdeka setelah di final menang 2-1 atas Indonesia, adrenalin bola-nya menggelegak lagi, dan kini kian sulit ia kendalikan.
(foto: alchetron)
Ini tentunya kabar menarik di dunia sepak bola. Satu dari 250.000-an transkrip diplomatik yang katanya bocor ke tangan Wikileaks, awal Desember silam, jadi bukti sahih sebab Than Shwe, orang nomor satu di Myanmar, pernah berniat membeli klub kedua terkaya di dunia itu pada Januari 2009. Karuan saja selain awak media massa dan politisi, banyak penggila United, tak peduli The Lovers atau The Haters, sontak buru-buru berselancar di jagat maya untuk mendalami kebenaran kisah tersebut.
Meski kurang memuaskan, mereka mendapati patokan harga yang diajukan beliau: 1 milyar dolar AS, atau hampir 10 trilyun rupiah! Artinya, tawaran itu akan menuai 56% saham mayoritas di Manchester United yang total asetnya sekitar 1,8 milyar dolar AS. Hmm, jadi berapa total kekayaan Than Shwe seluruhnya? Ini Myanmar lho, salah satu negara miskin yang paling dimusuhi Barat di bumi!
Menurut The Guardian, meski tak menyebut namanya, sebenarnya hasrat liar itu muncul dari rengekan cucu kesayangan sang panglima besar yang terkenal maniak bola, Nay Shwe Thway Aung. "Sumber terpercaya kami di Myanmar bilang, hasrat itu langsung bikin resah pejabat dan para jenderal lainnya," ungkap koran Inggris ini.
Pikir punya pikir, meski jantung mereka rada berdegup keras, beberapa jenderal akhirnya berani juga berniat meredam ide liar sembari bilang, "Pak, ini uang yang banyak dan bisa berdampak buruk bagi citra kita di luar. Bukankah lebih bagus dipakai untuk membangun sepak bola kita sendiri?"
Detik-detik hidup dan mati pun usai sebab Than Shwe mau menerima usulan. Ah, leganya! Tapi, efeknya tetap getir. Gara-gara bocoran Wikileaks dari Kedubes AS di Yangoon lansiran 3 Mei 2008 itu, hujatan pada diktator yang dianggap paling bedebah se-Asia Tenggara di mata pemuja demokrasi itu berkobar lagi.
Meski telah membebaskan oposisan dan ketua partai NLD, Aung San Suu Kyi, pada 13 November 2010, usai 21 tahun dibui, kebencian orang pada jenderal yang diketahui takut istri itu tak pernah surut. San Suu Kyi - pemenang Nobel 1991 dan anak pendiri bangsa, Jenderal Aung San - seharusnya yang jadi pemimpin Myanmar sejak menang pemilu di 1990.
Namun Than Shwe sukses membelokkan sejarah dunia. Walau nyebelin banget, garis tangan Than Shwe rupanya bagus. "Ia jadi begitu sebab tak mau mati terhina seperti Ne Win," papar Christina Fink, penulis buku Living Silence: Burma Under Military Rule. Rezim junta militer - pengendali Myanmar sejak 1962 - dituding bermata gelap sebab melepas tanggungjawab atas tewasnya 140 ribu jiwa korban topan Nargis, yang waktunya berdekatan dengan niat membeli Manchester United.
Bukan itu saja. Mereka juga telah bikin berang seisi dunia lantaran menolak bantuan internasional. Barangkali, Than Shwe, pria 77 tahun - bangga disapa Abi Gyi (kakek), gemuk, suka makan sirih dan berkacamata - telah menelan bulat-bulat prinsip dasar kepemimpinan berbau otoriter, yang ironisnya menyitir ucapan Mahatma Gandhi: "Warisan sejarah yang Anda telah torehkan ditentukan oleh apa yang Anda buat sekarang."
Walau cacat memahami falsafah itu, namun pemilik pabrik bir Mandalay itu punya mata batin, intuisi, feeling tajam untuk memahami hasrat sosok yang paling dipercayanya, dikasihinya, sekaligus diharapkannya: Thway Aung. Itulah kenapa di tengah hujatan, cercaan, kutukan, ia justru nekat sensasi: mau mengendalikan klub Barat yang dipuja 90-an juta orang sejagat untuk diberikan kepada sang cucu tercinta. Meski dikenal Xenofobia kelas berat, anti-Barat tapi demi strategi besarnya dia bisa pro-Wayne Rooney.
Membuat kesal pihak Barat merupakan spesialisasi suksesor diktator Jenderal Ne Win sejak 1992 ini. Demokrasi berarti pemerintahan sendiri atau bersama rakyat. Dalam demokrasi anda tak berhak memutuskan semuanya kecuali lewat konsensus. Konsensus? Cukuplah itu dengan bawahannya atau Thway Aung. Ketika dunia mengutuk, rakyat jadi frustrasi dan murka, dia tak panik sebab ide cucunya adalah penangkalnya. Than Shwe adalah kisah klasik kehidupan kecintaan pria pada keturunannya.
Atau cerita bagaimana sepak bola selalu dan selalu jadi agen kekuasaan. Keduanya berisiko tinggi. Dia tahu cucunya kegilaan bola meskipun kuatir juga sebab kebanyakan begadang, nonton sampai subuh. Di sisi lain, Than Shwe juga mengakui magnet bola sama kuatnya dengan perintah tembak di tempat. Maka itu lupakanlah Manchester United, walau si diktator punya uang, sanggup, bahkan didukung semua jenderal dan rakyat.
Sebelum dibocor Wikileaks pun, AS dan eks penjajahnya, Inggris, sudah tahu soal konstelasi tadi dengan hasil tambah murka. Cuma itu. Tapi esensinya? Lewat kontra-publikasi, secara politis suami dari Kyaing Kyaing itu tetap pemenangnya. Toh, tiada yang bisa diubah atau berubah di negeri berpenduduk 50 juta jiwa itu selama kakek kelahiran Kyaukse, 2 Februari 1933 ini berkuasa.
Jago Kongkalikong
"Rakyat dipaksa untuk memilih yang lebih penting dari yang tak penting. Than Shwe membalikkan kegelisahan dan kemarahan rakyat saat itu menjadi panggung impian penuh harapan di masa depan," papar Avram Noam Chomsky, pakar filsafat yang juga profesor linguistik dan politik di Massachussets Institute Technology (MIT). Than Shwe faham kebutuhan dan kesukaan rakyatnya lahir-batin. Meski dikenal mentalist perang, dia jarang berpropaganda.
Than Shwe lebih suka pamer wajah garang bila hatinya risau atau berbinar bila senang, hal yang dipelajari dari Saddam Hussein, Kim Il-sung, dan Slobodan Milosevic. Kebetulan wajah dia juga seram. Kisah tentang simbiosis-mutualisma antara Than Shwe dan Nay Shwe Thway Aung di sepak bola lebih menarik lagi. Anak muda berusia 19 ini sejak kecil sudah kesetanan bola. Apapun dilakoni si kakek demi cucunya ini.
Thway Aung alias Pho La Pyeit, adalah pemuja kelas wahid Manchester United, dan anehnya, jugaLiverpool. Saat dia merayakan HUT ke-16, semua jenderal, pejabat dan keluarganya datang ke hotel termewah di Yangon, Sedona, termasuk pelatih nasional asal Brasil, Marcos Antonio Falopa. Menurut harian The Irrawaddy, pesta itu diorganisir oleh Zaw Zaw, pebisnis peliharaan istana yang juga ketua umum PSSI-nya Myanmar!
Thway Aung pernah sekolah di Singapura, tapi lantaran takut jadi sasaran musuh, Than Shwe menyuruhnya pulang dan meneruskan di Universitas Teknologi Yangon. Tapi hal ini malah bikin repot pihak kampus. Than Shwe ingin cucunya itu sekelas dengan 17 mahasiswa jenius di ruangan khusus dengan keamanan superketat. Tapi dasar gila bola, Thway Aung lebih keseringan muncul di stadion dan di TV jadi komentator liga-liga Eropa.
Apalagi Zaw Zaw menjadikan dia sebagai bos salah satu klub liga. Walhasil, berkat sosok Thway Aung, rakyat Myanmar sangat dimanjakan oleh tontonan sepak bola dunia. Oleh karenanya, dengan atau tanpa bantuan Wikileaks pun, ia percaya di negaranya sepak bola akan selalu jadi candu rakyat. Itulah kenapa lahir isu Manchester United, klub yang banyak digemari dan juga dipuja Thway Aung. Di Myanmar, sepak bola adalah politik itu sendiri.
Jangan dikira Than Shwe hanya bertangan besi jika ada yang berani mengais-ngais politik dalam negerinya. Zaw Thet Htwe, jurnalis top dan pendiri tabloid sepak bola First XI, kini lagi dibui di penjara Taungyi, 400 km dari Yangon, gara-gara pada 2007 dia menulis bantuan 4 juta dolar AS untuk sepak bola Myanmar yang tak jelas rimbanya. Di Myanmar sepak bola adalah inspirasi politik dan bisnis. Urusan sesulit apapun cepat beres bila menyerempet bola.
Acapkali hal itu menguntungkan rakyat. Aliran listrik yang 8 tahun selalu byar-pet, sontak lancar saat ada Piala Dunia. Padahal biasanya ribuan rumah, kantor, dan sekolah cuma dapat jatah listrik tiga-empat jam sehari tiap November-April. Selain saling bercokol di puncak piramida PSSI Myanmar (MFA), liga, dan klub-klub, para jenderal atau pebisnis plus kroni dan anak-anaknya juga menguasai hajat hidup lain sepak bola seperti PLTA, PLN, telekomunikasi, stasiun TV sampai operator internet.
Kong kalikong-nya begini. MEPE, PLN-nya Myanmar dikuasai Thway Aung, sedang Zaw Min Aye, putra Letjen Tin Aye - salah satu jenderal top - memegang hak siar World Cup 2010. Program World Cup hanya tayang di MRTV dan Myawaddy, dua stasiun yang sahamnya dikeroyok anak-anak penguasa. Piala Dunia 2010 benar-benar pesta besar bagi pebisnis yang dekat dengan ring satu. Ada buruk, tentu ada baiknya. Begitu pun fenomena di Myanmar.
Meski lanjutan kasus Manchester United ternyata ada udang di balik bakwan, namun apa yang dititahkan Than Shwe barangkali lebih banyak positifnya bagi sepak bola. Caranya? Jenderal penderita diabetes itu 'menodong' pebisnis kelas kakap untuk membangun kembali kebanggaan nasional yang telah lama hilang. Mereka wajib membeli klub serta mengelolanya secara profesional untuk mencari sponsor, iklan, kostum dan gaji pemain plus fasilitas mobil dan rumahnya.
Kerennya lagi, puluhan pebisnis top dipaksa membangun stadion masing-masing minimal senilai 1 juta dolar. Siapa berani menolak maka usahanya bakal susah. Titik! "Jika jenderal senior sudah menyatakan keinginannya, mengeluh saja kami tak boleh," aku seorang eksekutif perusahaan yang kena todong. Liga sepak bola versi baru diluncurkan 16 Mei 2009.
Reformasi melanda banyak hal mulai nama, logo liga, jumlah klub, pemain asing, sampai izin bergabungnya sebuah klub Thailand. Myanmar Premier League (MPL) kini diganti menjadi Myanmar National League (MNL). Kanbawza, urutan ketiga MNL musim lalu, punya lima pemain Afrika. Sementara Delta United, runner up liga, merekrut pemain-pemain Argentina.
Lewat pemahaman yang paling sederhana di sepak bola saja, tapi dengan langkah kongkrit, bisa bikin seorang leader antagonis semacam Than Shwe meraih hasil nyata secara bisnis dan politis. Seperti penguasa yang sukses merajutnya, dia juga punya modal dulu, maniak bola sungguhan! Tanpa itu percuma. Jika sudah nonton bola di depan TV, kalau matanya belum sampai lamuran dia tak berhenti.
Than Shwe pernah benci bola gara-gara melihat timnas Myanmar keok, yang berujung pelarangan seluruh tayangan bola di TV. Lalu dia banting stir jadi fans-nya Song Hye-kyo, bintang telenovela Korea yang semlohey itu. Tapi sejak 2006, saat secara mengejutkan Myanmar jadi juara Turnamen Merdeka setelah di final menang 2-1 atas Indonesia, adrenalin bola-nya menggelegak lagi, dan kini kian sulit ia kendalikan.
(foto: alchetron)