Piala Dunia 1998 telah berakhir. Kini roda kejuaraan antarklub paling bergengsi di benua Amerika, Piala Libertadores yang kini bernama resmi Copa Toyota Libertadores, berderit lagi. Tak terasa, kini rutenya sudah masuk edisi semifinal kedua.
River Plate (Argentina), Vasco Da Gama (Brasil), Barcelona de Guayaquil (Ekuador), dan Cerro Portenyo (Paraguay) adalah para kandidatnya. Mereka telah teruji sejak penyisihan Februari silam. Kini mereka siap menuntaskan perebutan tiket ke final pada semifinal kedua. Agenda ini digelar serentak di dua kota di dua negara, Rabu atau Kamis WIB ini.
Dari dua peperangan, duel Tango vs Samba (River Plate vs Vasco de Gama) dipastikan yang paling menyita atensi juga memakan urat saraf, penuh gengsi. Maklum, gagalnya Argentina bertemu Brasil di semifinal Piala Dunia 1998 terpaksa harus dialihkan ke sini. "Kami siap menghanguskan Vasco Da Gama. Di sini mereka tak punya tradisi menang," kata bek River Plate, Hernan Diaz.
Di Estadio Monumental de Nunez, Buenos Aires, klub pilihan orang-orang kaya di ibukota Argentina itu hampir dipastikan akan bermain habis-habisan untuk membayar kekalahan 0-1 dari Vasco Da Gama, 17 Juli lalu. Tampilnya beberapa pemain nasional di kedua klub ini membuat fokus perhatian utama sementara beralih ke negeri Tango.
River Plate, yang dilatih eks bintang Albiceleste, Ramon Diaz, berintikan dua pemain nasional Marcelo Gallardo dan kiper German Burgos, serta poros halang nasional Paraguay, Celso Ayala. Kekuatan tuan rumah bertambah karena bisa diperkuat Juan Antonio Pizzi, debutan dari Barcelona yang juga pemain nasional Spanyol di France '98.
Sedang di dalam tubuh Vasco Da Gama, salah satu klub elite Brasil yang belum pernah menjuarai Libertadores, terdapat banyak pemain top. Kiper cadangan Claudio Taffarel, Carlos Germano, juga Mauro Galvao, Luizinho, dan Donizete, yang semuanya pernah membela tim Samba. Ramon Diaz pasti telah memperbaiki sektor kiri pertahanannya. Maklum, gol tunggal Donizete di menit ke-10 saat laga perdana, waktu itu bermula dari sana. Secara umum untuk menuntaskan dendam, tiada cara yang akan dilakukan River Plate selain menyerang habis-habisan.
Peran Gallardo
Untuk membuka peluang lolos ke final, mengulangi sukses 1966, 1976, 1986, dan 1996, juara dua kali Libertadores (1986 dan 1996) ini harus unggul, berapa pun skornya. Jika sanggup direalisasikan, maka kesempatan playoff di negara netral sangat terbuka, dan tentunya ini bakal merugikan mereka. Di sinilah tugas Gallardo (21 tahun).
Dia dijuluki De Ritmo Futbol Mistico (gaya berirama mistik), yang bersama-sama Pablo Escudero, Juan Pablo Sorin, dan Leonardo Astrada, dipercaya menjadi koki serangan. Sayangnya penampilan duet lini depan Pizzi dan Sebastien Rambert, masih belum padu. Alternatif lain adalah dipasangnya Juan Pablo Angel. Striker muda asal Kolombia ini menggantikan posisi Marcelo Salas, yang pindah ke Lazio, atau penyerang lokal Marcelo Gomez.
Menghadapi ancaman tuan rumah, pada duel nanti diduga Vasco Da Gama tetap tampil menyerang. Pasalnya, jika main bertahan, kans mereka ke final pertama kalinya berangsur-angsur akan lenyap. Apalagi lawan berat anak-anak asuhan Antonio Lopez itu sebenarnya adalah para pendukung River Plate yang terkenal kelewat fanatik.
(foto: ole)
River Plate (Argentina), Vasco Da Gama (Brasil), Barcelona de Guayaquil (Ekuador), dan Cerro Portenyo (Paraguay) adalah para kandidatnya. Mereka telah teruji sejak penyisihan Februari silam. Kini mereka siap menuntaskan perebutan tiket ke final pada semifinal kedua. Agenda ini digelar serentak di dua kota di dua negara, Rabu atau Kamis WIB ini.
Dari dua peperangan, duel Tango vs Samba (River Plate vs Vasco de Gama) dipastikan yang paling menyita atensi juga memakan urat saraf, penuh gengsi. Maklum, gagalnya Argentina bertemu Brasil di semifinal Piala Dunia 1998 terpaksa harus dialihkan ke sini. "Kami siap menghanguskan Vasco Da Gama. Di sini mereka tak punya tradisi menang," kata bek River Plate, Hernan Diaz.
Di Estadio Monumental de Nunez, Buenos Aires, klub pilihan orang-orang kaya di ibukota Argentina itu hampir dipastikan akan bermain habis-habisan untuk membayar kekalahan 0-1 dari Vasco Da Gama, 17 Juli lalu. Tampilnya beberapa pemain nasional di kedua klub ini membuat fokus perhatian utama sementara beralih ke negeri Tango.
River Plate, yang dilatih eks bintang Albiceleste, Ramon Diaz, berintikan dua pemain nasional Marcelo Gallardo dan kiper German Burgos, serta poros halang nasional Paraguay, Celso Ayala. Kekuatan tuan rumah bertambah karena bisa diperkuat Juan Antonio Pizzi, debutan dari Barcelona yang juga pemain nasional Spanyol di France '98.
Sedang di dalam tubuh Vasco Da Gama, salah satu klub elite Brasil yang belum pernah menjuarai Libertadores, terdapat banyak pemain top. Kiper cadangan Claudio Taffarel, Carlos Germano, juga Mauro Galvao, Luizinho, dan Donizete, yang semuanya pernah membela tim Samba. Ramon Diaz pasti telah memperbaiki sektor kiri pertahanannya. Maklum, gol tunggal Donizete di menit ke-10 saat laga perdana, waktu itu bermula dari sana. Secara umum untuk menuntaskan dendam, tiada cara yang akan dilakukan River Plate selain menyerang habis-habisan.
Peran Gallardo
Untuk membuka peluang lolos ke final, mengulangi sukses 1966, 1976, 1986, dan 1996, juara dua kali Libertadores (1986 dan 1996) ini harus unggul, berapa pun skornya. Jika sanggup direalisasikan, maka kesempatan playoff di negara netral sangat terbuka, dan tentunya ini bakal merugikan mereka. Di sinilah tugas Gallardo (21 tahun).
Dia dijuluki De Ritmo Futbol Mistico (gaya berirama mistik), yang bersama-sama Pablo Escudero, Juan Pablo Sorin, dan Leonardo Astrada, dipercaya menjadi koki serangan. Sayangnya penampilan duet lini depan Pizzi dan Sebastien Rambert, masih belum padu. Alternatif lain adalah dipasangnya Juan Pablo Angel. Striker muda asal Kolombia ini menggantikan posisi Marcelo Salas, yang pindah ke Lazio, atau penyerang lokal Marcelo Gomez.
Menghadapi ancaman tuan rumah, pada duel nanti diduga Vasco Da Gama tetap tampil menyerang. Pasalnya, jika main bertahan, kans mereka ke final pertama kalinya berangsur-angsur akan lenyap. Apalagi lawan berat anak-anak asuhan Antonio Lopez itu sebenarnya adalah para pendukung River Plate yang terkenal kelewat fanatik.
(foto: ole)