Israel, negeri kecil di Timur Tengah itu, lagi memburu rekor baru di benua biru. Oh ya? Mereka ingin menembus Piala Eropa untuk pertama kalinya. Mungkinkah negeri Yahudi ini lolos ke Euro ’96? Mengapa tidak, sebab dalam sepak bola tidak ada yang mustahil.
Simak saja komentar Schlomo Schraf, orang yang paling bertanggung-jawab pada misi mustahil IFA (PSSI-nya Israel). Orang ini adalah pelatih nasional tim Biru Putih. “Bagi kami sasaran ke Inggris tahun depan bukanlah sekedar mimpi lagi,” tukas Schraf setelah timnya menahan Prancis 1-1 di Tel Aviv, akhir Maret silam.
Dalam daftar klasemen sementara pun, posisi Israel tidak mengecewakan. Dengan dua kali menang dan satu kalah serta tiga kali seri, sudah cukup membuat Grup 1 bergejolak hangat. Mereka mampu mengimbangi Rumania, Polandia, dan menempel ketat Prancis.
Rabu mendatang (7/6) atau Kamis dinihari WIB, mereka akan memainkan laga ketujuhnya melawan Rumania di Bukarest. Peluang Israel tetap ada, minimal untuk menahan imbang, sebab mereka memang jago bermain seri. Pada ujicoba sangat relevan, 17 Mei lalu, mereka hanya kalah 1-2 dari juara dunia Brasil di Stadion Ramat-Gan.
Walau kalah, namun mereka tampil keren dan terbukti bisa membobol gawang tim Samba yang lini pertahanannya diperkuat Marcos Cafu, Aldair, sampai Dunga. Hebatnya lagi Israel turun tanpa dibela dua bintangnya, Ronny Rosenthal (Tottenham Hotspur) dan Ronen Harazi (Beitar Jerussalem). Sebuah hasil yang lumayan dibanding ketika kalah 0-5 (1965) dan 0-4 (1986) pada lawan yang sama. “Kekuatan kami belum penuh, soalnya beberapa pemain sedang cedera,” kilah Scharf seusai pertandingan.
Trauma Prancis
Rosenthal, lelaki Yahudi berusia 32 tahun yang kini mapan bermain di Premiership bersama Spurs, memang menjadi kartu as Israel. Sebab dialah yang menjadi titik fokus perhatian lawan untuk membuka ruang gerak pada rekan-rekannya dalam memanfaatkan kesempatan di setiap laga.
“Yang saya inginkan adalah kesempatan karena saya tidak punya waktu banyak lagi,” kata mantan tentara angkatan darat Israel itu mengenai targetnya bersama tim nasional. Tak bisa dipungkiri lagi, mantan penyerang Maccabi Haifa ini akan berjuang habis-habisan untuk mencatat sejarah baru dengan meloloskan negaranya ke Piala Eropa.
Dari 10 gol yang dilesakkan Israel, negara produktif gol kedua setelah Rumania, separonya merupakan sumbangan Rosenthal dan Harazi. Pemain kelahiran 30 Maret 1970 itu pula yang memborong dua gol ketika Israel mengalahkan Polandia 2-1, September 1994. Hingga kini Harazi tercatat sebagai satu-satunya pemain Israel yang selalu mencetak gol selama babak penyisihan.
Maka tidak berlebihan jika mulai tahun ini negara jago perang itu memasang target tinggi, go international. Bukan sekedar asal bicara, tapi pembuktian telah diwujudkan. Kesempatan berkompetisi di bumi Eropa, kompetisi dalam negeri yang ketat serta punya pemain berkualitas cukup menorehkan keyakinan itu.
Seumur-umur prestasi puncak Israel di sepak bola adalah tampil di Piala Dunia 1970. Ketika itu, Mordechai Spiegler dkk. sanggup bikin melongo banyak orang sebab mampu menahan dua negara langganan Piala Dunia, Italia dengan 0-0 dan Swedia 1-1. Di Meksiko itu, Israel hanya kalah 0-2 dari Uruguay.
Sebelum Rosenthal, seorang putra Yahudi yang duluan sukses di Eropa adalah Eli Ohana, yang pernah main di Anderlecht, Belgia, pada era 1980-an. Melihat latar belakang sejarah mereka yang tidak begitu gelap, wajar jika kepercayaan diri mereka gampang meroket. Contohnya di putaran penyisihan Piala Eropa 1996 ini.
Negara kuat di sepak bola yang mau tak mau harus mengakui ketangguhan Israel adalah Prancis. Salah satu kegagalan Eric Cantona, David Ginola cs lolos ke Piala Dunia 1994 juga diakibatkan oleh Israel. Dalam penyisihan waktu itu, Prancis kalah 2-3 dari Israel di Paris pada November 1993.
Gara-gara kekalahan ini, Prancis menerima tekanan luar biasa ketika melawan Bulgaria di laga akhir. Dan hampir saja sejarah berulang kembali tatkala Prancis nyaris kalah sebelum berakhir imbang 0-0 melawan Israel di Tel Aviv, Maret silam.
Keperawanan Lama
Meski tidak bertempur, mau tidak mau nasib Prancis ikut dipengaruhi oleh sejumlah laga yang di Grup 1 yang digelar serentak. Duel Polandia vs Slowakia dan Rumania vs Israel jelas sekali memberi dampak yang signifikan pada peluang Prancis. Apakah positif? Mudah-mudahan.
Soalnya selain Rumania, yang kini memuncaki klasemen sementara, posisi pasukan Aime Jacquet amat rawan diterjang Polandia dan Israel. Bahkan Slowakia masih bisa lolos meski butuh mukjizat luar biasa. Hanya Azerbaijan yang sudah dipastikan masuk kotak.
Namun seiring waktu dan pembelajaran, nilai kepercayaan diri para pemain Les Blues mulai meningkat. Setelah tiga kali bermain 0-0, akhirnya gol dan kemenangan datang juga. Pertama dengan melabrak tuan rumah Azerbaijan 2-0, Desember 1994, lalu mengubur Slowakia 4-0 di Paris.
Prancis masih menyisakan empat laga, tiga diantaranya sebagai tuan rumah. Ini sebuah kesempatan besar untuk menangguk setidaknya 10 poin (tiga kali menang an sekali seri) untuk menjamin peluang lolos ke Inggris tahun depan.
“Kami sudah lolos ke Piala Dunia 1998, masak tidak bisa menembus ke Piala Eropa 1996 di Inggris?” kata Jacquet dengan guyon. Siapapun paham, Prancis sudah terpilih sebagai tuan rumah Piala Dunia 1998. Ada pun kelas Piala Eropa ada di bawah Piala Dunia. Walau diselingi humor namun beberapa pengamat jadi yakin melihat peluang Les Bleus.
Salah satunya karena faktor lini pertahanan mereka yang terbilang alot dan nyaris sempurna. Bayangkan, hingga enam laga, gawang Bernard Lama belum juga kebobolan! Namun hal ini bisa tidak berarti apa-apa jika tidak memproduksi gol. Kita nantikan saja.
Peluang Slowakia
Apa beda Jerman dengan Slowakia? Jawabnya macam-macam. Tapi di kancah sepak bola, hal itu menjadi jelas. Sepak bola Jerman menjadi kuat setelah ada revolusi, tumbangnya mazhab komunis dengan gong-nya penyatuan Jerman Barat dan Jerman Timur. Nah, Slowakia kebalikannya.
Negara dengan ibukota Bratislava ini malah sering jadi pecundang begitu Cekoslowakia bubar, menjadi Republik Ceko (Czek) dan Slowakia. Setelah lahirnya Wind of Change atau rubuhnya Tembok Berlin, pengkultusan sepak bola Cekoslowakia – finalis Piala Dunia 1934 dan juara Eropa 1976 – lebih banyak diambil oleh Ceko. Lima tahun lalu, di Piala Dunia 1990 di Italia, mereka masih bersatu. Namun mereka kini sudah memilih masa depan sendiri-sendiri, termasuk sepak bolanya.
Slowakia jauh kalah angin dibanding Ceko, yang berada di Grup 5 antara lain bersama Belanda dan Norwegia. Berada di Grup 1, hasil yang digapai Slowakia cukup mengenaskan. Dari lima kali bertanding, mereka hanya membukukan lima angka hasil sekali menang, dua kali seri, dan dua kali kalah. Slowakia sempat sukses menahan Prancis 0-0 dan Rumania 2-2. Namun di laga tandang kalah 0-4 dan 2-3 dari lawan yang sama. Satu-satunya kemenangan didapat ketika menang 4-1 atas Azerbaijan di Bratislava.
Rasanya amat berat peluang Slowakia untuk lolos dari Grup 1. Meski diperkuat oleh mantan pemain nasional Cekoslowakia, Lubomir Moravcik dan Petr Subovski, serta dilatih Joszef Venglos, Slowakia tetap tidak bertaji. Mereka harus menunggu waktu lebih lama untuk tampil di Piala Eropa. Pecahnya Cekoslowakia membuktikan kekuatan sepak bola selama ini berada di tangan Republik Ceko.
Grup 1: DATA-FAKTA
Hasil
04.09.94: Israel vs Polandia 2-1
07.09.94: Slowakia vs Prancis 0-0, Rumania vs Azerbaijan 3-0
08.10.94: Prancis vs Rumania 0-0
12.10.94: Israel vs Slowakia 2-2, Polandia vs Azerbaijan 1-0
12.11.94: Rumania vs Slowakia 3-2
16.11.94: Polandia vs Prancis 0-0, Azerbaijan vs Israel 0-2
13.12.94: Azerbaijan vs Prancis 0-2
14.12.94: Israel vs Rumania 1-1
29.03.95: Rumania vs Polandia 2-1, Israel vs Prancis 0-0, Slowakia vs Azerbaijan 4-1
25.03.95: Polandia vs Israel 4-3
26.04.95: Prancis vs Slowakia 4-0, Azerbaijan vs Rumania 1-4
Jadwal
07.06.95: Polandia vs Slowakia, Rumania vs Israel
16.08.95: Azerbaijan vs Slowakia, Prancis vs Polandia
06.09.95: Prancis vs Azerbaijan, Polandia vs Rumania, Slowakia vs Israel
11.10.95: Rumania vs Prancis, Slowakia vs Polandia, Israel vs Azerbaijan
15.11.95: Prancis vs Israel, Slowakia vs Rumania, Azerbaijan vs Polandia
Klasemen Sementara
(foto: guerinsportivo/thesefootballtimes/soccernostalgia/blog.goal-foot)
Simak saja komentar Schlomo Schraf, orang yang paling bertanggung-jawab pada misi mustahil IFA (PSSI-nya Israel). Orang ini adalah pelatih nasional tim Biru Putih. “Bagi kami sasaran ke Inggris tahun depan bukanlah sekedar mimpi lagi,” tukas Schraf setelah timnya menahan Prancis 1-1 di Tel Aviv, akhir Maret silam.
Dalam daftar klasemen sementara pun, posisi Israel tidak mengecewakan. Dengan dua kali menang dan satu kalah serta tiga kali seri, sudah cukup membuat Grup 1 bergejolak hangat. Mereka mampu mengimbangi Rumania, Polandia, dan menempel ketat Prancis.
Tim nasional Israel dengan Ronny Rosenthal (ketiga berdiri dari kanan). |
Walau kalah, namun mereka tampil keren dan terbukti bisa membobol gawang tim Samba yang lini pertahanannya diperkuat Marcos Cafu, Aldair, sampai Dunga. Hebatnya lagi Israel turun tanpa dibela dua bintangnya, Ronny Rosenthal (Tottenham Hotspur) dan Ronen Harazi (Beitar Jerussalem). Sebuah hasil yang lumayan dibanding ketika kalah 0-5 (1965) dan 0-4 (1986) pada lawan yang sama. “Kekuatan kami belum penuh, soalnya beberapa pemain sedang cedera,” kilah Scharf seusai pertandingan.
Trauma Prancis
Rosenthal, lelaki Yahudi berusia 32 tahun yang kini mapan bermain di Premiership bersama Spurs, memang menjadi kartu as Israel. Sebab dialah yang menjadi titik fokus perhatian lawan untuk membuka ruang gerak pada rekan-rekannya dalam memanfaatkan kesempatan di setiap laga.
“Yang saya inginkan adalah kesempatan karena saya tidak punya waktu banyak lagi,” kata mantan tentara angkatan darat Israel itu mengenai targetnya bersama tim nasional. Tak bisa dipungkiri lagi, mantan penyerang Maccabi Haifa ini akan berjuang habis-habisan untuk mencatat sejarah baru dengan meloloskan negaranya ke Piala Eropa.
Dari 10 gol yang dilesakkan Israel, negara produktif gol kedua setelah Rumania, separonya merupakan sumbangan Rosenthal dan Harazi. Pemain kelahiran 30 Maret 1970 itu pula yang memborong dua gol ketika Israel mengalahkan Polandia 2-1, September 1994. Hingga kini Harazi tercatat sebagai satu-satunya pemain Israel yang selalu mencetak gol selama babak penyisihan.
Maka tidak berlebihan jika mulai tahun ini negara jago perang itu memasang target tinggi, go international. Bukan sekedar asal bicara, tapi pembuktian telah diwujudkan. Kesempatan berkompetisi di bumi Eropa, kompetisi dalam negeri yang ketat serta punya pemain berkualitas cukup menorehkan keyakinan itu.
Seumur-umur prestasi puncak Israel di sepak bola adalah tampil di Piala Dunia 1970. Ketika itu, Mordechai Spiegler dkk. sanggup bikin melongo banyak orang sebab mampu menahan dua negara langganan Piala Dunia, Italia dengan 0-0 dan Swedia 1-1. Di Meksiko itu, Israel hanya kalah 0-2 dari Uruguay.
Sebelum Rosenthal, seorang putra Yahudi yang duluan sukses di Eropa adalah Eli Ohana, yang pernah main di Anderlecht, Belgia, pada era 1980-an. Melihat latar belakang sejarah mereka yang tidak begitu gelap, wajar jika kepercayaan diri mereka gampang meroket. Contohnya di putaran penyisihan Piala Eropa 1996 ini.
Negara kuat di sepak bola yang mau tak mau harus mengakui ketangguhan Israel adalah Prancis. Salah satu kegagalan Eric Cantona, David Ginola cs lolos ke Piala Dunia 1994 juga diakibatkan oleh Israel. Dalam penyisihan waktu itu, Prancis kalah 2-3 dari Israel di Paris pada November 1993.
Gara-gara kekalahan ini, Prancis menerima tekanan luar biasa ketika melawan Bulgaria di laga akhir. Dan hampir saja sejarah berulang kembali tatkala Prancis nyaris kalah sebelum berakhir imbang 0-0 melawan Israel di Tel Aviv, Maret silam.
Keperawanan Lama
Meski tidak bertempur, mau tidak mau nasib Prancis ikut dipengaruhi oleh sejumlah laga yang di Grup 1 yang digelar serentak. Duel Polandia vs Slowakia dan Rumania vs Israel jelas sekali memberi dampak yang signifikan pada peluang Prancis. Apakah positif? Mudah-mudahan.
Jocelyn Angloma dan Bernard Lama. |
Namun seiring waktu dan pembelajaran, nilai kepercayaan diri para pemain Les Blues mulai meningkat. Setelah tiga kali bermain 0-0, akhirnya gol dan kemenangan datang juga. Pertama dengan melabrak tuan rumah Azerbaijan 2-0, Desember 1994, lalu mengubur Slowakia 4-0 di Paris.
Prancis masih menyisakan empat laga, tiga diantaranya sebagai tuan rumah. Ini sebuah kesempatan besar untuk menangguk setidaknya 10 poin (tiga kali menang an sekali seri) untuk menjamin peluang lolos ke Inggris tahun depan.
“Kami sudah lolos ke Piala Dunia 1998, masak tidak bisa menembus ke Piala Eropa 1996 di Inggris?” kata Jacquet dengan guyon. Siapapun paham, Prancis sudah terpilih sebagai tuan rumah Piala Dunia 1998. Ada pun kelas Piala Eropa ada di bawah Piala Dunia. Walau diselingi humor namun beberapa pengamat jadi yakin melihat peluang Les Bleus.
Salah satunya karena faktor lini pertahanan mereka yang terbilang alot dan nyaris sempurna. Bayangkan, hingga enam laga, gawang Bernard Lama belum juga kebobolan! Namun hal ini bisa tidak berarti apa-apa jika tidak memproduksi gol. Kita nantikan saja.
Peluang Slowakia
Apa beda Jerman dengan Slowakia? Jawabnya macam-macam. Tapi di kancah sepak bola, hal itu menjadi jelas. Sepak bola Jerman menjadi kuat setelah ada revolusi, tumbangnya mazhab komunis dengan gong-nya penyatuan Jerman Barat dan Jerman Timur. Nah, Slowakia kebalikannya.
Lubomir Moravcik (kiri), kartu as Slowakia. |
Slowakia jauh kalah angin dibanding Ceko, yang berada di Grup 5 antara lain bersama Belanda dan Norwegia. Berada di Grup 1, hasil yang digapai Slowakia cukup mengenaskan. Dari lima kali bertanding, mereka hanya membukukan lima angka hasil sekali menang, dua kali seri, dan dua kali kalah. Slowakia sempat sukses menahan Prancis 0-0 dan Rumania 2-2. Namun di laga tandang kalah 0-4 dan 2-3 dari lawan yang sama. Satu-satunya kemenangan didapat ketika menang 4-1 atas Azerbaijan di Bratislava.
Rasanya amat berat peluang Slowakia untuk lolos dari Grup 1. Meski diperkuat oleh mantan pemain nasional Cekoslowakia, Lubomir Moravcik dan Petr Subovski, serta dilatih Joszef Venglos, Slowakia tetap tidak bertaji. Mereka harus menunggu waktu lebih lama untuk tampil di Piala Eropa. Pecahnya Cekoslowakia membuktikan kekuatan sepak bola selama ini berada di tangan Republik Ceko.
Grup 1: DATA-FAKTA
Hasil
04.09.94: Israel vs Polandia 2-1
07.09.94: Slowakia vs Prancis 0-0, Rumania vs Azerbaijan 3-0
08.10.94: Prancis vs Rumania 0-0
12.10.94: Israel vs Slowakia 2-2, Polandia vs Azerbaijan 1-0
12.11.94: Rumania vs Slowakia 3-2
16.11.94: Polandia vs Prancis 0-0, Azerbaijan vs Israel 0-2
13.12.94: Azerbaijan vs Prancis 0-2
14.12.94: Israel vs Rumania 1-1
29.03.95: Rumania vs Polandia 2-1, Israel vs Prancis 0-0, Slowakia vs Azerbaijan 4-1
25.03.95: Polandia vs Israel 4-3
26.04.95: Prancis vs Slowakia 4-0, Azerbaijan vs Rumania 1-4
Jadwal
07.06.95: Polandia vs Slowakia, Rumania vs Israel
16.08.95: Azerbaijan vs Slowakia, Prancis vs Polandia
06.09.95: Prancis vs Azerbaijan, Polandia vs Rumania, Slowakia vs Israel
11.10.95: Rumania vs Prancis, Slowakia vs Polandia, Israel vs Azerbaijan
15.11.95: Prancis vs Israel, Slowakia vs Rumania, Azerbaijan vs Polandia
Klasemen Sementara
Rumania
|
6
|
4
|
2
|
0
|
(13-5)
|
14
|
Prancis
|
6
|
2
|
4
|
0
|
(6-0)
|
10
|
Israel
|
6
|
2
|
3
|
1
|
(10-8)
|
9
|
Polandia
|
5
|
2
|
1
|
2
|
(7-7)
|
7
|
Slowakia
|
5
|
1
|
2
|
2
|
(8-10)
|
5
|
Azerbaijan
|
6
|
0
|
0
|
6
|
(2-16)
|
0
|
(foto: guerinsportivo/thesefootballtimes/soccernostalgia/blog.goal-foot)