Target Gelora Dewata masuk empat besar wilayah timur kini tengah diuji berat. Ujian itu, apalagi kalau bukan tur Kalimantan-nya yang harus dijalani hingga Rabu mendatang. Dibilang berat sah-sah saja karena mereka harus menempuh ratusan kilometer dengan jalan darat ala roller-coaster untuk menembus hutan Kalimantan mulai Balikpapan, Bontang, Samarinda, hingga Banjarmasin!
Dan yang paling ditakutkan sebenarnya adalah kejenuhan pemain. Jadwal pertandingan liga yang kurang sistematis akibat kondisi geografis memang membuat semua tim, baik dari wilayah barat maupun timur, pada saatnya akan menjalani kunjungan borongan.
Dan hal itu kini tengah dialami oleh klub kebanggaan masyarakat Bali ini. “Ya karena sistem dan jadwalnya begitu, kita ikuti saja. Soal jenuh pemain? Mereka ‘kan bukan pemain pemula lagi, jadi harus bisa mengatur waktu,” kata Nino Sutrisno, salah seorang dari trio pelatih tim Gelora Dewata.
Kalau tahun lalu, saat kompetisi Galatama periode akhir digulir, mereka dapat mencapai runner-up, adakah kesempatan kali ini terulang, bahkan lebih fenomenal lagi yakni menjuarai kompetisi Liga Indonesia format baru? “Kenapa tidak? Asal disiplin dan kebersamaan tetap dijaga, hal ini bisa saja kami dapatkan. Namun, target utama kami cukup itu dulu, empat besar,” ujar Ir.Vigit Waluyo, manajer Gelora.
Selanjutnya ia berbicara mengenai misi Gelora selama di Kalimantan. “Dari maksimal 12 angka, mendapat sepertiga target saja sudah bagus. Ya, minimal dapat empat atau enam angkalah,” tambah manajer yang sering bercanda dengan pemainnya ini.
Oleh sebab itu, Vigit pun tak ambil pusing ketika timnya ditahan imbang oleh Persiba. “Yang penting dapat angka, jangan punya target terlalu tinggi,” timpalnya usai pertandingan. Justru dua pemain asing Gelora, Abel Campos asal Angola, dan Jeremi Mboh Nyetam (Kamerun) yang kecewa dengan hasil itu.
Tanpa Matanu
“Saya tidak mengerti dengan permainan kami waktu itu, padahal jika melawan tim tangguh kami sering main baik,” ungkap Jeremi. Sedang Campos juga mengakui bahwa tidak adanya Vata Matanu mempengaruhi tim. “Kami bermain buruk waktu itu, serangan jarang membahayakan gawang lawan. Ditambah dengan lapangan yang becek, maka hasil seri menurut saya sudah bagus,” timpal Campos, sambil berjanji akan bermain lebih baik lagi.
Hal senada juga diucapkan oleh pelatih lainnya, Nino Sutrisno. “Tidak adanya Vata Matanu memang membuat tim kami pincang. Mereka bertiga sudah menyatu,” katanya. Selain itu, Gelora datang ke Kalimantan tanpa beberapa pemain terasnya seperti kiper Erick Ibrahim yang pindah ke Mitra, atau Nus Yadera yang sedang cedera.
Maka untuk menjaga keutuhan tim, Gelora amat mengharapkan kerjasama tim di luar lapangan. Maksudnya, jika tidak sedang bertanding, faktor keakraban dan kebersamaan harus dijaga. “Bisa kacau permainan nanti jika ada pemain yang clash misalnya. Ini pengalaman saya selama melatih,” kata Nino, yang pernah membawa Persebaya juara Divisi Utama PSSI tahun 1988 dan 1993 ini.
Keberhasilan kecil Gelora dalam tur Kalimantan bisa jadi banyak ditentukan oleh dua pemain asingnya itu. Mampukah mereka memberikan kemampuan semaksimal mungkin? Kalau saja Campos dan Jeremi menampilkan permainan buruk ketika melawan Persiba, bukan tidak mungkin Gelora akan terjungkal. Di sini ujian sesungguhnya muncul, sebab apakah mereka hanya jago kandang?
Setelah tur Kalimantan ini, yang berakhir 22 Maret mendatang, Gelora kembali bermain di kandang dengan menjadi tuan rumah bagi dua tim Jawa Timur, Persebaya Surabaya dan Persegres Gresik, minggu pertama April. Kemudian mereka kembali melakukan perjalanan jauh dengan bertandang ke Ujung Pandang menghadapi PSM dan ke Jayapura menghadapi Persipura.
(foto: Roosyudhi Priyanto)
Dan yang paling ditakutkan sebenarnya adalah kejenuhan pemain. Jadwal pertandingan liga yang kurang sistematis akibat kondisi geografis memang membuat semua tim, baik dari wilayah barat maupun timur, pada saatnya akan menjalani kunjungan borongan.
Dan hal itu kini tengah dialami oleh klub kebanggaan masyarakat Bali ini. “Ya karena sistem dan jadwalnya begitu, kita ikuti saja. Soal jenuh pemain? Mereka ‘kan bukan pemain pemula lagi, jadi harus bisa mengatur waktu,” kata Nino Sutrisno, salah seorang dari trio pelatih tim Gelora Dewata.
Kalau tahun lalu, saat kompetisi Galatama periode akhir digulir, mereka dapat mencapai runner-up, adakah kesempatan kali ini terulang, bahkan lebih fenomenal lagi yakni menjuarai kompetisi Liga Indonesia format baru? “Kenapa tidak? Asal disiplin dan kebersamaan tetap dijaga, hal ini bisa saja kami dapatkan. Namun, target utama kami cukup itu dulu, empat besar,” ujar Ir.Vigit Waluyo, manajer Gelora.
Selanjutnya ia berbicara mengenai misi Gelora selama di Kalimantan. “Dari maksimal 12 angka, mendapat sepertiga target saja sudah bagus. Ya, minimal dapat empat atau enam angkalah,” tambah manajer yang sering bercanda dengan pemainnya ini.
Oleh sebab itu, Vigit pun tak ambil pusing ketika timnya ditahan imbang oleh Persiba. “Yang penting dapat angka, jangan punya target terlalu tinggi,” timpalnya usai pertandingan. Justru dua pemain asing Gelora, Abel Campos asal Angola, dan Jeremi Mboh Nyetam (Kamerun) yang kecewa dengan hasil itu.
Tanpa Matanu
“Saya tidak mengerti dengan permainan kami waktu itu, padahal jika melawan tim tangguh kami sering main baik,” ungkap Jeremi. Sedang Campos juga mengakui bahwa tidak adanya Vata Matanu mempengaruhi tim. “Kami bermain buruk waktu itu, serangan jarang membahayakan gawang lawan. Ditambah dengan lapangan yang becek, maka hasil seri menurut saya sudah bagus,” timpal Campos, sambil berjanji akan bermain lebih baik lagi.
Hal senada juga diucapkan oleh pelatih lainnya, Nino Sutrisno. “Tidak adanya Vata Matanu memang membuat tim kami pincang. Mereka bertiga sudah menyatu,” katanya. Selain itu, Gelora datang ke Kalimantan tanpa beberapa pemain terasnya seperti kiper Erick Ibrahim yang pindah ke Mitra, atau Nus Yadera yang sedang cedera.
Maka untuk menjaga keutuhan tim, Gelora amat mengharapkan kerjasama tim di luar lapangan. Maksudnya, jika tidak sedang bertanding, faktor keakraban dan kebersamaan harus dijaga. “Bisa kacau permainan nanti jika ada pemain yang clash misalnya. Ini pengalaman saya selama melatih,” kata Nino, yang pernah membawa Persebaya juara Divisi Utama PSSI tahun 1988 dan 1993 ini.
Keberhasilan kecil Gelora dalam tur Kalimantan bisa jadi banyak ditentukan oleh dua pemain asingnya itu. Mampukah mereka memberikan kemampuan semaksimal mungkin? Kalau saja Campos dan Jeremi menampilkan permainan buruk ketika melawan Persiba, bukan tidak mungkin Gelora akan terjungkal. Di sini ujian sesungguhnya muncul, sebab apakah mereka hanya jago kandang?
Setelah tur Kalimantan ini, yang berakhir 22 Maret mendatang, Gelora kembali bermain di kandang dengan menjadi tuan rumah bagi dua tim Jawa Timur, Persebaya Surabaya dan Persegres Gresik, minggu pertama April. Kemudian mereka kembali melakukan perjalanan jauh dengan bertandang ke Ujung Pandang menghadapi PSM dan ke Jayapura menghadapi Persipura.
(foto: Roosyudhi Priyanto)