Perjalanan, Pengalaman, & Pemahaman Permainan Terindah

Kurang Jam Terbang dan Sponsor

Akibat terlalu banyak ngendon di dalam negeri, dua pecatur Indonesia, GM Edhi Handoko dan FM Ruben Gunawan, menemui kegagalan dalam pertandingan internasional pertama yang mereka ikuti tahun ini. Padahal turnamen grandmaster yang berakhir 18 Februari 1995 lalu di Dhaka, Bangladesh itu hanya berkategori rendah.

Tak bisa dipungkiri lagi kurangnya jam pertandingan internasional yang dilakukan di luar negeri menjadi biang keladi permasalahan. Beberapa pecatur Indonesia, kecuali GM Utut Adianto merasakan hal ini, tanpa bisa berbuat banyak. Sudah sepantasnya PB Percasi memikirkan bagaimana cara menggilir pecatur nasional tanding keliling ke luar negeri.

Kurang Jam Terbang dan Sponsor
GM Edhi Handoko




Edhi, yang merebut gelar terhormatnya pada Kejuaraan Catur Gunadarma Internasional di Hotel Dai-Ichi, Jakarta, April tahun lalu, hanya menempati urutan keenam dengan angka 6,5 MP dari 13 babak. Edhi gagal menyelamatkan pamor dan reputasi Indonesia sebagai salah satu negara catur terkuat di kawasan Asia. "Ini sesuai dengan unggulan turnamen yang menempatkan saya di posisi keenam. Saya pikir persiapan keras yang dilakukan sudah cukup, namun mereka rupanya jauh lebih keras lagi," ujar Edhi dengan jujur.

Pencapaian pecatur tuan rumah MI Refeat Bin Satar justru lebih mengejutkan sebab berhasil menempati urutan empat. "Pokoknya (dari Bangladesh) saya dapat pelajaran berharga. Itu yang penting," ucap Edhi setengah klise. Ruben Gunawan malah lebih parah lagi. Sebagai salah satu sekondan GM Utut Adianto, hasil ini tentu mengecewakan. Boro-boro meraih target yang diberikan Percasi, prestasi Ruben malah memalukan sebab menempati urutan 13 dengan nilai 5 MP. Ada masalah apa Ben?

"Konsentrasi terganggu akibat menu makanan di sana yang tidak cocok dengan lidah saya," kata Ruben memberikan salah satu alasan kegagalannya. Oleh Percasi, Ruben awalnya dibebani target untuk meraih norma Master Internasional.

Pada kejuaraan catur yang hanya berkategori IX FIDE atau rata-rata elo rating berkisar 2.451-2.475 itu, mahkota juaranya direbut pecatur Inggris, GM Mark Hebden (2.550) dengan merenggut nilai tertinggi 11 MP. Berturut-turut di bawahnya GM Mikhail Krasenkov (Rusia, 2.575) dan GM Gregory Serper (Uzbekistan, 2.585).

Perlu Sponsor

Ketatnya peta kekuatan catur Asia sebenarmya sudah diantisipasi oleh PB Percasi. Bekerja sama dengan Sekolah Catur Enerpac, organisasi catur seluruh Indonesia ini mengirim pecatur nomor wahid Indonesia GM Utut Adianto ke Eropa dan AS. Hasilnya bisa terlihat dari masuknya Utut sebagai 100 pecatur elite dunia, tepatnya di urutan 78, setelah elo ratingnya melonjak menjadi 2.585.

Hasil lebih kompleks terlihat ketika pada Olimpiade Catur ke-31 di Moskow, awal 1995 lalu, secara mengejutkan Indonesia masuk 28 besar dunia. Posisi ini naik 12 tingkat dari dua tahun sebelumnya. "Sudah seharusnya Edhi ada yang mensponsori minimal dari BNI. Dia kan bermain di klub itu," kata Ketua bidang Luar Negeri PB Percasi, Dr. Max Arie Wotulo, menanggapi kegagalan Edhi.

"Kegagalan Edhi pada turnamen itu disebabkan oleh kurangnya persiapan yang dilakukan," tambah Sekjen Percasi, Djamil Djamal. Bagi setiap pecatur, latihan dan persiapan memang harus ada muaranya. Selain mengikuti pertandingan kategori internasional, mereka juga butuh sponsor minimal seperti yang dilakukan Enerpac pada Utut. Ayo, siapa yang berminat?

(foto: S. Hartono)

Share:

Artikel Populer

Maurizio Sarri: Tantangan Baru Si Mantan Bankir

Buat tifosi Napoli yang militan dan fanatik, begitu melihat jagoannya cuma meraup dua poin dari tiga laga jelas bikin dongkol selain gundah...

Arsip

Intermeso

Wawancara

Arsip

Artikel Terkini