Suatu hari saat melakukan liputan pertandingan reguler Liga Indonesia di Stadion Menteng, saya dikejutkan oleh pemandangan tak biasa yang terlihat di antara berjubelnya penonton. Wajahnya tidak asing sejak saya masih anak-anak, karena dia adalah salah satu idola saya sewaktu kecil karena identik dengan Persija, kemudian Jayakarta, dan tentu PSSI, julukan beken tim nasional Indonesia.
"Persija sekarang beda banget dengan Persija yang dulu!" Ini kata Iswadi Idris (47), mantan pemainnya, bahkan salah satu legendanya, yang kini melatih klub asal Yogyakarta, Mataram Putra. Masih dengan gaya ceplas-ceplosnya yang khas, Iswadi memang dikenal blak-blakan dan bernada agak keras.
Dipergoki saat menonton pertandingan Persija vs Persiku Kudus di Stadion Menteng, Ahad Januari lalu, beberapa kali dia menggelengkan kepala setiap serangan Persija kandas. Kecewa, Bang Is? "Ah, nggak," tukasnya cepat. "Kesalnya sama saja dengan penonton lain kalau melihat serangan gagal."
Iswadi mengakui tidak bisa melupakan kenangan dan kecintaannya pada Persija, klub yang melambungkan namanya ke angkasa sepak bola nasional. "Ya, Persija kan almamater saya. Dari sini saya menjadi terkenal," kata gelandang sayap kiri yang identik dengan nomor 13 yang juga sering menjadi kapten Persija.
"Dulu neh kalau Persija maen, suporter nggak dikit kayak gini. Dulu Persija cuman satu, nggak seperti sekarang. Di Jakarta, orang mane aje jadi suporter Persija. Pokoknya nggak ade yang meragukan Persija deh!" tambah Iswadi makin semangat sambil mengepulkan asap rokoknya.
Menurut dia selain dukungan penonton, kehebatan Persija ada pada kualitas pemain dan permainannya. Wajar jadinya melihat Iswadi yang kebanyakan mendesah atau ngeplak kepala saat melihat anak-anak Jakarta sekarang yang banyak gagalnya saat membongkar gawang anak-anak Kudus.
Iswadi juga mengaku kaget melihat keadaan Stadion Menteng sekarang yang katanya babak belur di sana-sini. "Bagus masih ada rumputnya. Dari dulu semua pertandingan divisi Persija dilakukan di sini," jelas pria kelahiran Banda Aceh, 18 Maret 1948 ini.
Ada uneg-uneg lain yang ingin disampaikan Iswadi. Menurutnya wasit dan penonton masih jadi masalah. "Keduanya ancaman serius sukses tidaknya Liga Indonesia," tandasnya. "You harus tulis, wasit di sini harus banyak belajar lagi. Masak kita tidak boleh mengritik? Menurut saya Komisi Wasit PSSI itu tidak berfungsi," tambahnya masih dengan nada sengit. Siap deh, Bang Is!
(foto: tjandra/majalah olympic)
"Persija sekarang beda banget dengan Persija yang dulu!" Ini kata Iswadi Idris (47), mantan pemainnya, bahkan salah satu legendanya, yang kini melatih klub asal Yogyakarta, Mataram Putra. Masih dengan gaya ceplas-ceplosnya yang khas, Iswadi memang dikenal blak-blakan dan bernada agak keras.
Dipergoki saat menonton pertandingan Persija vs Persiku Kudus di Stadion Menteng, Ahad Januari lalu, beberapa kali dia menggelengkan kepala setiap serangan Persija kandas. Kecewa, Bang Is? "Ah, nggak," tukasnya cepat. "Kesalnya sama saja dengan penonton lain kalau melihat serangan gagal."
Iswadi mengakui tidak bisa melupakan kenangan dan kecintaannya pada Persija, klub yang melambungkan namanya ke angkasa sepak bola nasional. "Ya, Persija kan almamater saya. Dari sini saya menjadi terkenal," kata gelandang sayap kiri yang identik dengan nomor 13 yang juga sering menjadi kapten Persija.
"Dulu neh kalau Persija maen, suporter nggak dikit kayak gini. Dulu Persija cuman satu, nggak seperti sekarang. Di Jakarta, orang mane aje jadi suporter Persija. Pokoknya nggak ade yang meragukan Persija deh!" tambah Iswadi makin semangat sambil mengepulkan asap rokoknya.
Menurut dia selain dukungan penonton, kehebatan Persija ada pada kualitas pemain dan permainannya. Wajar jadinya melihat Iswadi yang kebanyakan mendesah atau ngeplak kepala saat melihat anak-anak Jakarta sekarang yang banyak gagalnya saat membongkar gawang anak-anak Kudus.
Iswadi juga mengaku kaget melihat keadaan Stadion Menteng sekarang yang katanya babak belur di sana-sini. "Bagus masih ada rumputnya. Dari dulu semua pertandingan divisi Persija dilakukan di sini," jelas pria kelahiran Banda Aceh, 18 Maret 1948 ini.
Ada uneg-uneg lain yang ingin disampaikan Iswadi. Menurutnya wasit dan penonton masih jadi masalah. "Keduanya ancaman serius sukses tidaknya Liga Indonesia," tandasnya. "You harus tulis, wasit di sini harus banyak belajar lagi. Masak kita tidak boleh mengritik? Menurut saya Komisi Wasit PSSI itu tidak berfungsi," tambahnya masih dengan nada sengit. Siap deh, Bang Is!
(foto: tjandra/majalah olympic)