Au revoir, atau sampai jumpa lagi. Pertanyaan di atas mungkin terdengar kasar bagi fans Manchester United dan sebagian pendukung tim nasional Prancis. Tetapi saya berpendapat kalau Eric Cantona adalah akar penyebab baik kemelut maupun kemenangan-kemenangan di dalam tim-tim di mana ia bermain. Ia bukan seorang yang konvensional dan penuh tanda tanya.
Bertahun-tahun saya mengagumi bakat Cantona dan imajinasinya - bahkan sebelum ia datang ke Inggris untuk menguasai panggung di mana ia kini tampil. Trevor Francis, manajer Inggris pertama yang mengundang Eric menyeberangi terusan, pernah meminta pendapat saya apakah ia bisa menerapkan "kepandaian Prancis" ke dalam sebuah klub Inggris.
Pada waktu itu Cantona sedang berselisih dengan sepak bola. Ia “pensiun” karena dihukum federasi sepak bola Francis gara-gara temperamennya yang meledak-ledak. Francis lalu mengundang Cantona untuk bermain di Sheffield Wednesday, tapi, bila cuaca buruk menghalanginya berlatih, Cantona memilih hengkang daripada harus menunggu seminggu lagi dalam percobaan.
Sebaliknya, Leeds United membujuknya. Cantona dan Leeds kemudian memenangkan kejuaraan Inggris 1991/92. Leeds lalu menjualnya ke Manchester United senilai 1,2 juta poundsterling dan Pasukan Merah pun menjadi juara 1992/93 dan 1993/94.
Saya tidak percaya akankah tim-tim itu bisa menjadi juara tanpa inspirasi Cantona. Saya tidak ingin menggantikan saat-saat dari Cantona untuk hal-hal seperti itu dari pemain mana pun dalam eranya. Baru tiga minggu lalu ia mencetak gol yang bagus sekali ke gawang Manchester City.
Meliuk-liuk ke arah kotak penalti, ia merasakan operan panjang datang dari Andrei Kanchelskis, dan tanpa mengubah langkahnya, Cantona mengelus bola dengan sisi luar pergelangan kaki kanannya. Kemudian bola dilepaskannya, menarik penjaga gawang, lalu dengan keras kaki kirinya menendang bola masuk ke jaring. Fantastik!
Disukai Ferguson
Tapi, lalu mengapa pria di usia puncaknya, 28 tahun, ini harus disingkirkan? Karena adanya dampak dari Cantona dalam hal disiplin di United. Atau lebih jelasnya, disiplin mereka. Di musim kompetisi ini saja ia berkali-kali keluar masuk klub gara-gara ketegangan pribadinya sendiri.
Namun, manajernya, Alex Ferguson, karena rasa terima kasihnya atas cara orang Prancis ini, terlalu sering menuruti sisi jelek sifat Cantona.“Eric tidak bisa mengontrol dirinya bila ia mengira ada yang tidak adil,” kata Ferguson membela diri. “Tapi saya lebih suka memilikinya dengan temperamennya itu, daripada tidak memilikinya sama sekali.”
Bagaimana pun, pengaruh Cantona memang ada baik dan buruknya. Paul Ince, Ryan Giggs, Mark Hughes - mereka semua mengakui kalau Cantona mempengaruhi pikiran dan suasana hati mereka. “Ia benar-benar membuka kepedulian setiap orang akan sepak bola,” kata Hughes, Juli lalu.
“Kami lihat Eric berbuat sesuatu dan kami pikir, saya ingin mencobanya juga." Barangkali kami tidak sebaik itu, tapi ia telah membebaskan kami. Itu sebabnya mengapa kami kini bermain seperti gayanya.”
Sayangnya, sejak itu Hughes dan Ince memang mengikuti contoh sikap Cantona yang tak sopan terhadap penguasa dan lawan-lawan. Akibatnya, keduanya tersingkir dari kompetisi Eropa, di saat Cantona kembali setelah menjalani larangan bermain selama empat pertandingan karena bersikap kasar kepada seorang wasit.
Hughes (31), pemain profesional dunia. Ia telah mencetak gol-gol yang diciptakan oleh Cantona, dan juga membuat gol untuk Cantona. Hubungan mereka hampir bagaikan simbiotik. Konsistensi Cantona di Liga Inggris jauh lebih baik dari pada di enam klub sebelumnya, yang telah memberinya bayaran dua belas kali lipat.
Gaji 10.000 poundsterling seminggu telah menyebabkan teman-temannya di tim menuntut persamaan hak.Dengan menaikkan keyakinan mereka bahwa mereka bisa merebut gelar terhormat Inggris, ia menjadi pesona yang menguntungkan.
Manajer Ferguson meletakkan nama Cantona di urutan pertama pada daftar pemain dan akan terus berbuat begitu sampai hari di mana Cantona menuruti naluri Gipsy dalam bermain. Saat perginya Cantona, akan menjadi transfer kedua terpenting dalam karier Ferguson.
Yang pertama adalah penandatanganan pembeliannya 26 bulan lalu. Pemain yang telah sukses membawa United ke dua kejuaraan, kini menghadapi perselisihan lagi dengan tim negaranya. Aime Jacquet, pelatih tim nasional Prancis, menyatakan baru-baru ini, tak ada seorang pun yang sangat diperlukan, tak seorang pun yang tak bisa diganti, tidak juga Eric.
“Ia dulu kapten tapi ia mengecewakan saya ketika melawan Polandia. Saya sedang memikirkan peranan Eric.” Sementara ia berpikir, memikirkan kata-kata mendiang Joe Mercer, seorang pemain dan manajer selama 50 tahun, yang melihat George Best keluar dari Manchester United, Desember 1972, dan berkomentar.
“Dasar dari kesuksesan adalah kekuatan dari pemain-pemain yang paling lemah. Pemain jenius memang hebat ketika sedang bermain. Tapi akan menjadi lebih dari sekedar gangguan jika berubah buruk karena mencemarkan apa saja di sekitarnya.”
(Sesuai Laporan Rob Hughes dari London)
(foto: the sun)
Paling gampang berangasan jika tidak merasakan keadilan. |
Pada waktu itu Cantona sedang berselisih dengan sepak bola. Ia “pensiun” karena dihukum federasi sepak bola Francis gara-gara temperamennya yang meledak-ledak. Francis lalu mengundang Cantona untuk bermain di Sheffield Wednesday, tapi, bila cuaca buruk menghalanginya berlatih, Cantona memilih hengkang daripada harus menunggu seminggu lagi dalam percobaan.
Sebaliknya, Leeds United membujuknya. Cantona dan Leeds kemudian memenangkan kejuaraan Inggris 1991/92. Leeds lalu menjualnya ke Manchester United senilai 1,2 juta poundsterling dan Pasukan Merah pun menjadi juara 1992/93 dan 1993/94.
Saya tidak percaya akankah tim-tim itu bisa menjadi juara tanpa inspirasi Cantona. Saya tidak ingin menggantikan saat-saat dari Cantona untuk hal-hal seperti itu dari pemain mana pun dalam eranya. Baru tiga minggu lalu ia mencetak gol yang bagus sekali ke gawang Manchester City.
Meliuk-liuk ke arah kotak penalti, ia merasakan operan panjang datang dari Andrei Kanchelskis, dan tanpa mengubah langkahnya, Cantona mengelus bola dengan sisi luar pergelangan kaki kanannya. Kemudian bola dilepaskannya, menarik penjaga gawang, lalu dengan keras kaki kirinya menendang bola masuk ke jaring. Fantastik!
Disukai Ferguson
Tapi, lalu mengapa pria di usia puncaknya, 28 tahun, ini harus disingkirkan? Karena adanya dampak dari Cantona dalam hal disiplin di United. Atau lebih jelasnya, disiplin mereka. Di musim kompetisi ini saja ia berkali-kali keluar masuk klub gara-gara ketegangan pribadinya sendiri.
Namun, manajernya, Alex Ferguson, karena rasa terima kasihnya atas cara orang Prancis ini, terlalu sering menuruti sisi jelek sifat Cantona.“Eric tidak bisa mengontrol dirinya bila ia mengira ada yang tidak adil,” kata Ferguson membela diri. “Tapi saya lebih suka memilikinya dengan temperamennya itu, daripada tidak memilikinya sama sekali.”
Bagaimana pun, pengaruh Cantona memang ada baik dan buruknya. Paul Ince, Ryan Giggs, Mark Hughes - mereka semua mengakui kalau Cantona mempengaruhi pikiran dan suasana hati mereka. “Ia benar-benar membuka kepedulian setiap orang akan sepak bola,” kata Hughes, Juli lalu.
“Kami lihat Eric berbuat sesuatu dan kami pikir, saya ingin mencobanya juga." Barangkali kami tidak sebaik itu, tapi ia telah membebaskan kami. Itu sebabnya mengapa kami kini bermain seperti gayanya.”
Sayangnya, sejak itu Hughes dan Ince memang mengikuti contoh sikap Cantona yang tak sopan terhadap penguasa dan lawan-lawan. Akibatnya, keduanya tersingkir dari kompetisi Eropa, di saat Cantona kembali setelah menjalani larangan bermain selama empat pertandingan karena bersikap kasar kepada seorang wasit.
Hughes (31), pemain profesional dunia. Ia telah mencetak gol-gol yang diciptakan oleh Cantona, dan juga membuat gol untuk Cantona. Hubungan mereka hampir bagaikan simbiotik. Konsistensi Cantona di Liga Inggris jauh lebih baik dari pada di enam klub sebelumnya, yang telah memberinya bayaran dua belas kali lipat.
Gaji 10.000 poundsterling seminggu telah menyebabkan teman-temannya di tim menuntut persamaan hak.Dengan menaikkan keyakinan mereka bahwa mereka bisa merebut gelar terhormat Inggris, ia menjadi pesona yang menguntungkan.
Manajer Ferguson meletakkan nama Cantona di urutan pertama pada daftar pemain dan akan terus berbuat begitu sampai hari di mana Cantona menuruti naluri Gipsy dalam bermain. Saat perginya Cantona, akan menjadi transfer kedua terpenting dalam karier Ferguson.
Yang pertama adalah penandatanganan pembeliannya 26 bulan lalu. Pemain yang telah sukses membawa United ke dua kejuaraan, kini menghadapi perselisihan lagi dengan tim negaranya. Aime Jacquet, pelatih tim nasional Prancis, menyatakan baru-baru ini, tak ada seorang pun yang sangat diperlukan, tak seorang pun yang tak bisa diganti, tidak juga Eric.
“Ia dulu kapten tapi ia mengecewakan saya ketika melawan Polandia. Saya sedang memikirkan peranan Eric.” Sementara ia berpikir, memikirkan kata-kata mendiang Joe Mercer, seorang pemain dan manajer selama 50 tahun, yang melihat George Best keluar dari Manchester United, Desember 1972, dan berkomentar.
“Dasar dari kesuksesan adalah kekuatan dari pemain-pemain yang paling lemah. Pemain jenius memang hebat ketika sedang bermain. Tapi akan menjadi lebih dari sekedar gangguan jika berubah buruk karena mencemarkan apa saja di sekitarnya.”
(Sesuai Laporan Rob Hughes dari London)
(foto: the sun)