Perjalanan, Pengalaman, & Pemahaman Permainan Terindah

Dennis Bergkamp: Salah Waktu dan Tempat

Belanda memang tak pernah habis mencetak penyerang berkaliber dunia. Dekade 1990-an ini tampil Dennis Bergkamp sebagai ujung tombak pada generasinya. Dia diharapkan mengkilap seperti para pendahulunya.


Dennis Bergkamp: Salah Waktu dan Tempat

Jauh sebelumnya, Abe Lenstra dikenal sebagai maskot kebanggaan Belanda di masa sebelum Perang  Dunia II. Lalu Faas Wilkes di era 1950-an. Muncul lagi pemain top Coen Moulijn tahun 1960-an. Berikutnya di tahun 1970-an, hampir semua orang di dunia mengetahui Johan Cruijff dan terakhir, Marco Van Basten serta Ruud Gullit dekade 1980-an.

Apakah Dennis Bergkamp sanggup memanggul kebanggaan berikutnya itu? Entahlah. Yang pasti orang ini sedang menderita, barangkali keberatan beban. Kebintangan ‘Sang Pangeran Muda’ kali ini sedang redup. la sedang dirundung duka. Mentalnya sedang breakdown.

Hal ini bisa mempengaruhi penampilan Belanda menghadapi Republik Ceko dalam partai vital penyisihan Piala Eropa, Kamis dini hari (17/11) mendatang di Rotterdam. Apa yang terjadi dengannya? Tak lain menyangkut masa depannya di FC Internazionale Milano, salah satu klub top di dunia yang juga sedang melempem di Serie A.

Surutnya performa Bergkamp diduga diawali oleh perasaannya dilecehkan di Inter. Kasarnya dia dianggap tidak ada apa-apanya. Hubungan dengan rekan-rekannya di Nerazzurri pun berantakan. Pepatah ‘hujan batu di negeri sendiri, hujan emas di negeri orang’ ternyata tak berlaku buat penyerang tengah tim nastonal Belanda. Malah lebih prospek lagi kalau dibalik. Dia pulang ke Ajax atau mudik ke Liga Belanda. Persoalan yang akhirnya menerpa Bergkamp diawali ketika Darko Pancev kembali dari Dynamo Leipzig, Januari 1994.

Sejak awal musim 1993/94, ujung tombak Inter asal Macedonia itu dipinjamkan ke klub Jerman tersebut. Artinya mulai musim 1994/95 ini Inter punya tiga penyerang utama, Bergkamp, Pancev, dan Ruben Sosa (Uruguay). Pada perjalanannya, poros Pancev-Sosa justru lebih prospektif di mata pelatih Ottavio Bianchi. Jujur saja, kedatangan Bergkamp ke Inter sangat tidak tepat waktunya. Entah kenapa Bergkamp memilih Inter sebagai awal petualangannya dia selepas dari Ajax.

Pasalnya Inter segera dilanda prahara begitu Giovanni Trapattoni kembali menukangi Juventus di akhir musim 1990/91. Sejak saat itu kondisi Inter goyah habis dari sisi manajemen permainan. Namun tidak juntrung, klub sebesar Inter kemudian digarap oleh nama-nama aneh seperti Corrado Oricco, Luis Suarez, Osvaldo Bagnoli, sampai Giampiero Marini.

Inter baru punya pelatih yang lumayan jelas CV-nya di diri Bianchi, yang pernah sukses menjadikan Napoli menjuarai scudetto kedua pada 1989/90. Ketidak-siapan Inter mencari pengganti Trapattoni jelas-jelas kesalahan bos Inter Ernesto Pellegrini, yang belakangan malah tidak fokus dan aktif menjaga reputasi klub di kala persaingan di Serie A semakin keras. Barangkali Pellegrini jadi jumawa sebab dengan pelatih sekelas Marini saja, Inter sanggup meraih titel Piala UEFA 1993/94.

Kembali ke Bergkamp, di tangan Bianchi – yang tak punya jangkauan internasional yang bagus dan tidak berpengalaman menggunakan pemain dari Eropa Barat – duet Pancev-Sosa lebih diandalkan. Padahal kedatangan Bergkamp ke Inter pada pertengahan musim 1992/93, tepatnya 29 Februari 1993, juga dibarengi oleh tandem sehatinya, Wim Jonk. Merosotnya dua pemain top Belanda di Inter sudah pasti menjadi tanggung-jawab Bianchi secara khusus, dan Pellegrini secara umum.

Lama kelamaan kontribusi Bergkamp terlupakan. Duet Sosa-Pancev lebih berkontribusi ketimbang duet Bergkamp-Jonk. Celakanya, kedua paket tandem sehati ini selain bersaing juga berseteru! Sebagai pemain lama, tentu saja duet Pancev-Sosa lebih berpengalaman dan lebih mengetahui medan atau kultur di Inter ketimbang anak baru dari Belanda. Terlebih Sosa, dia sangat berpengaruh di tim. Irama permainan Nerazzurri selalu diawali di kaki kirinya yang maut itu.

Begitu performa Bergkamp tersuruk, Sosa pun mulai angkat bicara. “Apa yang dia perbuat? Dia (Bergkamp) memang tak pantas ada di sini," ucap Sosa saat itu. Sosa jelas jealous sebab dengan transfer Rp 24 milyar (7,1 juta pound), empat kali lipat darinya, sudah pasti gaji Bergkamp juga jauh lebih besar. Lalu soal kontribusi, siapa yang lebih besar? Begitu kira-kira yang ada di benak Sosa.

Kesalahan Pellergrini

Celakanya lagi – akibat salah asuh dan beda pola latihan, beda posisi bermain – Bergkamp dilanda cedera otot. Dengan rekor 37 kali main dengan 9 gol, perjalanan pria kelahiran Amsterdam, 10 Mei 1969 itu pun terhenti lama.

Bergkamp absen, Jonk pun selalu jadi cadangan. Ketika pemain bernama asli Dennis Nicolaas Maria Bergkamp ini sembuh, perannya sudah diambil alih Pancev. Peran Bianchi juga menambah pening kepala. Dia tidak bisa mengatasi disharmonisasi tim.
Dennis Bergkamp: Salah Waktu dan Tempat
Bersama Wim Jonk jadi masalah.
“Bergkamp dan Jonk merupakan masalah di sini, saat diharapkan mereka tak dapat memberikan andil bagi perkembangan tim. Ini kejadian nyata," tukas Andrea Seno, pemain baru asal Foggia yang sedang naik daun. Praktis, kontribusi duet Bergkamp-Jonk saat merebut Piala UEFA 1993/93 telah dilupakan. Padahal lewat gol tunggal Jonk-lah, Inter meraih gelar Eropa tersebut.

Namun melihat kontribusi dan hasil belakangan, pendukung Interisti agaknya condong memihak ke kubu Sosa. Bergkamp terus kehilangan pamor, dan tentu kepercayaan dirinya. Dia juga semakin terluka setelah bos Pellegrini diam-diam ingin mentransfernya ke Bayern Muenchen, Oktober lalu. Barangkali, kalau jadi tidak apa-apa, ini malah gagal. Kini Bergkamp tahu seperti apa dirinya di Inter.

Tampaknya penyerang berusia 25 tahun ini tinggal tunggu waktu saja hengkang dari Inter. Ibarat kata tinggal menunggu pembeli yang tepat dengan harga tepat pula. Walau tidak bisa mengoptimalkan kemampuannya, namun Inter dan Pellegrini tahu bahwa Bergkamp adalah pemain bagus yang cukup berharga. Jelas sudah, tema Bergkamp ke Inter adalah the wrong time and the wrong place.

Padahal pemain Belanda yang satu ini kalem tidak banyak ulah, jika dibandingkan misalnya dengan Ruud Gullit. Dia memang dikenal seorang yang introvert, jarang berkoar-koar, baru bicara ketika ditanya. Ada apa, Dennis? “Serie A memang keras. Tekanan yang dirasakan bukan saja ke luar tapi juga ke dalam (hati)," tutur Bergkamp jujur.

Karier pemain berambut emas ini jelas belum runtuh. Usianya masih 25 tahun, dan setidak deretan klub kaya seperti Milan, Juventus, Real Madrid, dan Barcelona siap menampungnya. Entah kenapa Pellegrini masih menggantungnya. Terutama Barcelona, di sana ada Johan Cruijff sebagai panutan klub dan juga orang pertama yang melihat bakat Bergkamp.


Dennis Bergkamp: Salah Waktu dan TempatHanya satu tempat bagi Bergkamp untuk menunjukkan kapabilitas serta membangun reputasinya, yakni di tim nasional. Penyisihan Piala Eropa 1996 bisa menjadi jalan pembuka untuk itu. Ingat, Bergkamp selalu tampil mengesankan jika membela Belanda. Terakhir dia bermain bagus di Piala Dunia 1994. Para mantan pemain Ajax di tim Oranye, seperti juga dirinya, merupakan faktor plus yang bisa menjaga performa Bergkamp. Maklum, mereka pasti saling memahami. Ingat saja ketika di Piala Eropa 1992 namanya sempat melambung tinggi. Apalagi saat itu dia tampil bareng dengan trio Rijkaard-Gullit-Basten. Salah satu laga yang tidak dapat dilupakan saat mereka berkontribusi besar membawa Belanda menghantam Jerman 3-1.

Meski akhirnya kandas di tangan Denmark melalul adu penalti di semi-final dengan skor 6-7, tapi kenangan orang pada Bergkamp baru saja dimulai. Di Swedia itu, Bergkamp menjadi pencetak gol terbanyak dengan 4 gol bersama striker tuan rumah, Henrik Larsen. Sejak itulah nama Bergkamp –yang tadinya emoh bermain di luar Belanda – jadi buah bibir klub-klub top Eropa.

Tak pelak lagi, laga di Rotterdam melawan Republik Ceko akan menjadi titik balik kariernya. Memang di dua laga terakhir bersama tim Oranye dia belum mencetak gol, tapi boleh jadi catatan buruk itu akan dihapusnya.

Bergkamp harus berandil besar untuk meloloskan negaranya ke putaran final di Inggris, Juni 1996. Lebih hebat lagi sanggup mengulangi prestasi Gullit, Basten, dan Rijkaard yang merebut Piala Eropa I988. Ayo Bergkamp, janganlah layu sebelum berkembang!

Dennis Bergkamp: Salah Waktu dan Tempat










(foto: popoffquotidiano.it/paulridgeblog/worldsoccer/uefa)

Share:

Artikel Populer

Maurizio Sarri: Tantangan Baru Si Mantan Bankir

Buat tifosi Napoli yang militan dan fanatik, begitu melihat jagoannya cuma meraup dua poin dari tiga laga jelas bikin dongkol selain gundah...

Arsip

Intermeso

Wawancara

Arsip

Artikel Terkini