Dominasi nama Roberto ternyata masih ampuh di Italia. Satu lagi debutan tim nasional Italia bernama Roberto, sehingga makin mendominasi posisi lini tengah Italia beberapa tahun belakangan ini. Mancini, Donadoni, Baggio lalu Mussi adalah pemain-pemain nasional yang bernama depan Roberto.
Kini satu lagi sedang berbangga hati yaitu Roberto Rambaudi, right-winger klub Lazio. Masyarakat pencinta Serie A di sini pun masih bertanya-tanya. Siapa dan dari mana dia? Jangankan penonton di Indonesia, masyarakat di Italia pun cukup terkejut dengan debutan yang satu ini. Meningkatnya prestasi Lazio musim ini tak syak lagi ikut mengatrol performa pria kelahiran Moncalieri pada 12 Januari 1966 itu. Inilah yang jadi pertimbangan utama pelatih nasional Arrigo Sacchi untuk mengarungi kualifikasi Piala Eropa 1996. Alasan tentu punya dasar. Masuk era 1990-an, Italia seperti mengalami krisis pemain sayap murni, baik di kiri maupun di kanan.
Di Serie A posisi ini kebanyakan diisi stranieri, pemain asing. Di kanan paling terkenal adalah Roberto Donadoni (Milan). Ada pula Attilio Lombardo (Sampdoria). Begitu juga di sektor sayap kiri. Hanya tersisa nama-nama Alberigo Evani (Milan), Angelo Di Livio (Juventus), atau Diego Fuser (Lazio). Lalu untuk menyebut nama-nama lain untuk mengisi dua sektor vital yang jadi ciri khas sepak bola modern teramat sulit.
Sejak di Foggia (1988-92) dan Atalanta (1992-94), lelaki bertinggi 180 cm itu memang beroperasi di sayap kanan. Namun karena kedua klub itu bukan tim besar, cuma berkompetisi menghindari degradasi, jelas tidak ada tempat buat Rambaudi. Namun di Foggia, klub kecil yang berkostum mirip AC Milan, dia pernah berkontribusi bikin geger kancah Serie A usai promosi dari Serie B di akhir musim 1990-91.
Lewat duet tidak terkenal, Giuseppe Signori dan Francesco Baiano, tim yang digarap oleh pelatih tidak terkenal asal Ceko, Zdenek Zeman, bikin klub-klub besar kewalahan sekaligus kepayahan. Inter dibendung 2-2 dan 1-1. Lawan Fiorentina skornya 3-3 dan 2-1, Parma (1-1, 2-0), Sampdoria (0-0, 1-1). Bahkan Lazio dan Napoli sempat disikat 2-1 dan 1-0. Orang sering lupa, kesaktian duet Signori dan Baiano waktu itu ditopang oleh seorang gelandang serang bernama Roberto Rambaudi.
Faktor Signori
Walau dipermak Dream Team AC Milan dengan skor 2-8, namun debut Foggia di musim 1991/92 itu, meraih sukses dengan mematok urutan 9 klasemen akhir Serie A. Nah, kenangan ini masih menancap di benak Sacchi, yang saat itu masih menangani Rossoneri.
Perkara jadi berbeda ketika di usia yang terbilang senja, 28 tahun, Lazio tiba-tiba mentransfernya. Alasan terkuat Lazio membeli Rambaudi dari Atalanta, tiada lain, ingin menyatukan kembali dengan Signori yang lebih dulu berada di sana. Alasan lain Sacchi butuh kontribusi Rambaudi lantaran sudah menuanya Donadoni dan Lombardo. Konsep Sacchi yang senang main tusukan dari kedua sayap, memperjelas dipanggilnya Rambaudi.
Di dekade ini Italia kebanjiran pemain top yang jadi bintang di klub masing-masing: Giuseppe Signori (Lazio), Roberto Mancini (Sampdoria), Roberto Baggio (Juventus), Gianfranco Zola (Parma). Uniknya mereka semua melakoni fungsi fantasista sebagai playmaker atau trequartista, tak satu pun yang beroperasi di sayap.
Boleh jadi kedatangan Rambaudi pada waktu yang tepat. Dia sudah memberi bukti di Lazio, tentunya bersama Signori (tengah) dan juga Pavel Nedved (sayap kiri). Ketiga pemain ini merupakan supplier bola matang bagi duet Alen Boksic dan Pierluigi Casiraghi. Di bawah asuhan Zeman, tak heran apabila Lazio kini meroket sebagai tim paling produktif di Serie A 1994/95. Lazio bak menapaktilasi fenomenalnya Foggia 1991/92, namun dengan bangunan yang lebih mewah.
Dipanggilnya Rambaudi sedikit diwarnai keberuntungan. Sebenarnya Sacchi sudah punya calon lain, bukan sembarangan karena sering keluar masuk tim nasional. Siapa lagi kalau bukan Lombardo. Namun seminggu jelang berangkat ke Estonia, dia dinilai kurang fit. Dugaan lain adalah karena di Azzurri Sacchi mengandalkan Signori, bukan Mancini, sebagai kreator serangan di Azzurri.
"Dipilihnya Rambaudi karena pemain ini agak mempunyai kemiripan bermain dengan karakter Lombardo," ungkap Sacchi dalam wawancara dengan TV Italia. Sementara itu Lombardo tenang-tenang saja. bahkan ia berencana akan istirahat. "Dengan tidak masuk camp di Firenze, saya malah dapat pergi ke Genova untuk rehat," cetus si plontos yang selalu berwajah gembira itu dengan santai.
Meski begitu Rambaudi tidak mau dibilang mendapat durian runtuh. Debutnya diperlihatkan dalam laga di Tallinn melawan tuan rumah Estonia, Rabu lalu. Italia menang 2-0. Puaskah Sacchi? Ternyata tidak. Di matanya masih banyak lubang-lubang kelemahan Italia. Ya, itulah Arrigo Sacchi, pelatih berwajah pesimis yang dalam 33 laga bisa 33 kali pula punya susunan tim. Semoga Rambaudi bisa eksis, setidaknya bisa tampil di Piala Eropa 1996 di Inggris.
(foto: alchetron)
Kini satu lagi sedang berbangga hati yaitu Roberto Rambaudi, right-winger klub Lazio. Masyarakat pencinta Serie A di sini pun masih bertanya-tanya. Siapa dan dari mana dia? Jangankan penonton di Indonesia, masyarakat di Italia pun cukup terkejut dengan debutan yang satu ini. Meningkatnya prestasi Lazio musim ini tak syak lagi ikut mengatrol performa pria kelahiran Moncalieri pada 12 Januari 1966 itu. Inilah yang jadi pertimbangan utama pelatih nasional Arrigo Sacchi untuk mengarungi kualifikasi Piala Eropa 1996. Alasan tentu punya dasar. Masuk era 1990-an, Italia seperti mengalami krisis pemain sayap murni, baik di kiri maupun di kanan.
Di Serie A posisi ini kebanyakan diisi stranieri, pemain asing. Di kanan paling terkenal adalah Roberto Donadoni (Milan). Ada pula Attilio Lombardo (Sampdoria). Begitu juga di sektor sayap kiri. Hanya tersisa nama-nama Alberigo Evani (Milan), Angelo Di Livio (Juventus), atau Diego Fuser (Lazio). Lalu untuk menyebut nama-nama lain untuk mengisi dua sektor vital yang jadi ciri khas sepak bola modern teramat sulit.
Sejak di Foggia (1988-92) dan Atalanta (1992-94), lelaki bertinggi 180 cm itu memang beroperasi di sayap kanan. Namun karena kedua klub itu bukan tim besar, cuma berkompetisi menghindari degradasi, jelas tidak ada tempat buat Rambaudi. Namun di Foggia, klub kecil yang berkostum mirip AC Milan, dia pernah berkontribusi bikin geger kancah Serie A usai promosi dari Serie B di akhir musim 1990-91.
Lewat duet tidak terkenal, Giuseppe Signori dan Francesco Baiano, tim yang digarap oleh pelatih tidak terkenal asal Ceko, Zdenek Zeman, bikin klub-klub besar kewalahan sekaligus kepayahan. Inter dibendung 2-2 dan 1-1. Lawan Fiorentina skornya 3-3 dan 2-1, Parma (1-1, 2-0), Sampdoria (0-0, 1-1). Bahkan Lazio dan Napoli sempat disikat 2-1 dan 1-0. Orang sering lupa, kesaktian duet Signori dan Baiano waktu itu ditopang oleh seorang gelandang serang bernama Roberto Rambaudi.
Faktor Signori
Walau dipermak Dream Team AC Milan dengan skor 2-8, namun debut Foggia di musim 1991/92 itu, meraih sukses dengan mematok urutan 9 klasemen akhir Serie A. Nah, kenangan ini masih menancap di benak Sacchi, yang saat itu masih menangani Rossoneri.
Perkara jadi berbeda ketika di usia yang terbilang senja, 28 tahun, Lazio tiba-tiba mentransfernya. Alasan terkuat Lazio membeli Rambaudi dari Atalanta, tiada lain, ingin menyatukan kembali dengan Signori yang lebih dulu berada di sana. Alasan lain Sacchi butuh kontribusi Rambaudi lantaran sudah menuanya Donadoni dan Lombardo. Konsep Sacchi yang senang main tusukan dari kedua sayap, memperjelas dipanggilnya Rambaudi.
Di dekade ini Italia kebanjiran pemain top yang jadi bintang di klub masing-masing: Giuseppe Signori (Lazio), Roberto Mancini (Sampdoria), Roberto Baggio (Juventus), Gianfranco Zola (Parma). Uniknya mereka semua melakoni fungsi fantasista sebagai playmaker atau trequartista, tak satu pun yang beroperasi di sayap.
Boleh jadi kedatangan Rambaudi pada waktu yang tepat. Dia sudah memberi bukti di Lazio, tentunya bersama Signori (tengah) dan juga Pavel Nedved (sayap kiri). Ketiga pemain ini merupakan supplier bola matang bagi duet Alen Boksic dan Pierluigi Casiraghi. Di bawah asuhan Zeman, tak heran apabila Lazio kini meroket sebagai tim paling produktif di Serie A 1994/95. Lazio bak menapaktilasi fenomenalnya Foggia 1991/92, namun dengan bangunan yang lebih mewah.
Dipanggilnya Rambaudi sedikit diwarnai keberuntungan. Sebenarnya Sacchi sudah punya calon lain, bukan sembarangan karena sering keluar masuk tim nasional. Siapa lagi kalau bukan Lombardo. Namun seminggu jelang berangkat ke Estonia, dia dinilai kurang fit. Dugaan lain adalah karena di Azzurri Sacchi mengandalkan Signori, bukan Mancini, sebagai kreator serangan di Azzurri.
"Dipilihnya Rambaudi karena pemain ini agak mempunyai kemiripan bermain dengan karakter Lombardo," ungkap Sacchi dalam wawancara dengan TV Italia. Sementara itu Lombardo tenang-tenang saja. bahkan ia berencana akan istirahat. "Dengan tidak masuk camp di Firenze, saya malah dapat pergi ke Genova untuk rehat," cetus si plontos yang selalu berwajah gembira itu dengan santai.
Meski begitu Rambaudi tidak mau dibilang mendapat durian runtuh. Debutnya diperlihatkan dalam laga di Tallinn melawan tuan rumah Estonia, Rabu lalu. Italia menang 2-0. Puaskah Sacchi? Ternyata tidak. Di matanya masih banyak lubang-lubang kelemahan Italia. Ya, itulah Arrigo Sacchi, pelatih berwajah pesimis yang dalam 33 laga bisa 33 kali pula punya susunan tim. Semoga Rambaudi bisa eksis, setidaknya bisa tampil di Piala Eropa 1996 di Inggris.
(foto: alchetron)