Tak salah kalau Grandmaster Drs. Utut Adianto sampai dianugerahi penghargaan Lencana Parama Krida Utama 1995 dari pemerintah, tepat pada HUT RI ke-50, Agustus lalu. Sebab hasil yang dicapainya, dua tahun belakangan membuat harum nama Indonesia, khususnya di atmosfir catur dunia. Siapa menyusul?
Catur, olah raga otak, ternyata lebih bisa mengangkat nama bangsa ketimbang olah raga fisik yang prestasinya lebih diharapkan. Siapa lagi orangnya kalau bukan Utut, pecatur nomor satu di negeri ini yang menjalankan tugas negara dengan baik.
"Hasil yang saya capai membuktikan bahwa bangsa kita juga bisa main catur dengan baik seperti orang Eropa," kata sarjana FISIP lulusan Universitas Padjadjaran, Bandung ini setelah penghargaan tertinggi bagi seorang atlet Indonesia, disematkan langsung oleh Presiden Soeharto.
Prestasi yang digapai Utut pada 1994 dan 1995 lalu memang patut dibanggakan. Setelah menjuarai Turnamen Catur Biel Terbuka untuk kategori festival di Swiss pada 1994, beberapa minggu kemudian ia terbang ke London, Inggris, dan mencetak hasil bagus di Turnamen Catur Lloyd's Bank.
Di tahun 1995, ia mengulangi langkahnya lebih manis. Puncaknya adalah ketika ia meraih gelar grandmaster super - satu kelompok pecatur elite dunia yang mempunyai elo rating tertentu dan hanya berjumlah sekitar 60 orang - saat menjuarai Turnamen Catur Interzona Asia Pasifik Sub 3.2 di Genting Highland, Malaysia.
Dunia catur Indonesia geger, karena Utut menjadi orang Indonesia pertama yang menembus rating 2.600, batas minimal seseorang menjadi Grandmaster Super. Ia juga berprestasi cantik di Turnamen Biel Master Invitational 1995 dengan meraih posisi ketiga melampaui sejumlah pecatur kelas dunia macam GM Boris Gelfand atau GM Jan Timman.
Lebih Fenomenal
Sekolah Catur Enerpac Roxy Jakarta, tempat yang dianggap sebagai kawah Candradimuka percaturan di Indonesia, juga tak sedikit andilnya. Melalui pemiliknya, Ir. Eka Wirya Putra, sekolah yang diresmikan pada 1 Juli 1993 ini membuat keputusan gemilang yakni mengontrak Utut secara profesional dengan gaji Rp. 2 juta perbulan plus anggaran Rp. 100 juta untuk menanggung segala fasilitas (transportasi dan akomodasi) yang diperlukan.
"Kenapa Utut? Fisik dan mentalnya yang paling siap. Ia juga masih muda. Melihat begini, saya kian bersemangat menjadikan Utut sebagai pecatur profesional," kata Eka Wirya memberikan alasan.
Memasuki 1996, Enerpac juga akan menerbitkan pecatur putri untuk go international kepada MN Upi Darmayana Tamin, 25 tahun. Dia telah dipersiapkan untuk mengikuti jejak Utut. Ia sejak Oktober 1995 lalu, Upi digodok oleh para pecatur andal GM Edhie Handoko, FM Ruben Gunawan, dan juga Utut. Upi, pecatur dengan rating 2.135 ini, menurut rencana akan dihadapkan pada grandmaster asal Georgia, Nana Alexandria, yang telah lima kali menjadi penantang juara dunia, sekitar Februari atau Maret depan.
Semoga Enerpac sukses mengelola prestasi Dua-U. Lalu bagaimana dengan rencana Utut sendiri di tahun 1996? Setelah tahun 1995 dilalui dengan gemilang, duet Utut-Eka Wirya dengan Enerpac-nya kini tengah membidik satu sasaran yang lebih fenomenal, yakni Kejuaraan Catur Antarzona di Yerevan, Armenia, April mendatang. Mengapa fenomenal?
Sebab inilah batu loncatan sesungguhnya bagi karier catur Utut. Tempat di mana ia bisa mewujudkan impian seluruh rakyat Indonesia: menjadi penantang juara dunia catur yang kini masih dipegang oleh GM Anatoly Karpov (Rusia). Sekitar 70-an pecatur terbaik dunia berkumpul di situ, bermain dengan sistem Swiss 11 babak.
"Ini tantangan terbesar yang pernah saya hadapi," jelas Utut usai menjalani dwitarung dengan pecatur kenamaan Inggris, GM Nigel Short, akhir Desember 1995 lalu. Kalau begitu berkonsentrasilah di situ, wahai putra negeri!
(foto: Rizal Syahisa)
Catur, olah raga otak, ternyata lebih bisa mengangkat nama bangsa ketimbang olah raga fisik yang prestasinya lebih diharapkan. Siapa lagi orangnya kalau bukan Utut, pecatur nomor satu di negeri ini yang menjalankan tugas negara dengan baik.
"Hasil yang saya capai membuktikan bahwa bangsa kita juga bisa main catur dengan baik seperti orang Eropa," kata sarjana FISIP lulusan Universitas Padjadjaran, Bandung ini setelah penghargaan tertinggi bagi seorang atlet Indonesia, disematkan langsung oleh Presiden Soeharto.
Prestasi yang digapai Utut pada 1994 dan 1995 lalu memang patut dibanggakan. Setelah menjuarai Turnamen Catur Biel Terbuka untuk kategori festival di Swiss pada 1994, beberapa minggu kemudian ia terbang ke London, Inggris, dan mencetak hasil bagus di Turnamen Catur Lloyd's Bank.
Di tahun 1995, ia mengulangi langkahnya lebih manis. Puncaknya adalah ketika ia meraih gelar grandmaster super - satu kelompok pecatur elite dunia yang mempunyai elo rating tertentu dan hanya berjumlah sekitar 60 orang - saat menjuarai Turnamen Catur Interzona Asia Pasifik Sub 3.2 di Genting Highland, Malaysia.
Dunia catur Indonesia geger, karena Utut menjadi orang Indonesia pertama yang menembus rating 2.600, batas minimal seseorang menjadi Grandmaster Super. Ia juga berprestasi cantik di Turnamen Biel Master Invitational 1995 dengan meraih posisi ketiga melampaui sejumlah pecatur kelas dunia macam GM Boris Gelfand atau GM Jan Timman.
Lebih Fenomenal
Utut Adianto dan Upi Darmayana. |
"Kenapa Utut? Fisik dan mentalnya yang paling siap. Ia juga masih muda. Melihat begini, saya kian bersemangat menjadikan Utut sebagai pecatur profesional," kata Eka Wirya memberikan alasan.
Memasuki 1996, Enerpac juga akan menerbitkan pecatur putri untuk go international kepada MN Upi Darmayana Tamin, 25 tahun. Dia telah dipersiapkan untuk mengikuti jejak Utut. Ia sejak Oktober 1995 lalu, Upi digodok oleh para pecatur andal GM Edhie Handoko, FM Ruben Gunawan, dan juga Utut. Upi, pecatur dengan rating 2.135 ini, menurut rencana akan dihadapkan pada grandmaster asal Georgia, Nana Alexandria, yang telah lima kali menjadi penantang juara dunia, sekitar Februari atau Maret depan.
Semoga Enerpac sukses mengelola prestasi Dua-U. Lalu bagaimana dengan rencana Utut sendiri di tahun 1996? Setelah tahun 1995 dilalui dengan gemilang, duet Utut-Eka Wirya dengan Enerpac-nya kini tengah membidik satu sasaran yang lebih fenomenal, yakni Kejuaraan Catur Antarzona di Yerevan, Armenia, April mendatang. Mengapa fenomenal?
Sebab inilah batu loncatan sesungguhnya bagi karier catur Utut. Tempat di mana ia bisa mewujudkan impian seluruh rakyat Indonesia: menjadi penantang juara dunia catur yang kini masih dipegang oleh GM Anatoly Karpov (Rusia). Sekitar 70-an pecatur terbaik dunia berkumpul di situ, bermain dengan sistem Swiss 11 babak.
"Ini tantangan terbesar yang pernah saya hadapi," jelas Utut usai menjalani dwitarung dengan pecatur kenamaan Inggris, GM Nigel Short, akhir Desember 1995 lalu. Kalau begitu berkonsentrasilah di situ, wahai putra negeri!
(foto: Rizal Syahisa)